APO Gelar Demonstrasi di Kantor Kemenpora, Desak Cabut Permenpora Nomor 14 Tahun 2024

.Spektroom - Gelombang penolakan terhadap Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 kian menguat.
Aliansi Penyelamat Olahraga (APO), menilai aturan tersebut berpotensi menyeret olahraga Nasional ke jurang krisis, bahkan hingga ancaman pembekuan dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Tuntutan utama mereka jelas, yakni cabut segera Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 karena dinilai bertentangan dengan Olympic Charter.
Sekretaris Jenderal APO, La Ode Aindo, menegaskan tujuan aksi adalah menyelamatkan masa depan Olahraga Indonesia. Ia tak mau Olahraga Tanah Air rusak karena adanya aturan tersebut.
"Kami datang melakukan demonstrasi damai untuk meminta Kemenpora mempertegas substansi pada Permenpora Nomor 14 Tahun 2024. Dari hasil eksaminasi, kami menemukan adanya norma yang saling bertentangan. Ini bahaya sekali karena dapat berimplikasi pada pembekuan Olahraga di Indonesia,” kata La Ode Aindo.
"Permenpora itu bertentangan dengan International Olympic Charter yang sudah diratifikasi menjadi peraturan perundang-undangan,” tegas La Ode menambahkan.
Kepala Bagian Hukum APO, Rian Hidayat, menyoroti posisi Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, Taufik Hidayat. Ia menilai eks pebulutangkis tersebut turut mendukung regulasi bermasalah itu karena telah disahkan sejak 18 Oktober 2024.
“Ya tentu, karena menurut kami dia adalah representasi Menpora. Kita ketahui beliau mantan atlet, tapi ketika berada di posisi strategis justru mendukung peraturan ini. Artinya secara tidak langsung Pak Taufik Hidayat ikut mendukung regulasi itu," kata Rian.
Kondisi politik menambah pelik situasi setelah kursi Menpora saat ini kosong setelah Dito Ariotedjo terkena reshuffle kabinet pada Senin (8/9/2025). Meski demikian, massa aksi tetap menuntut Taufik Hidayat segera bersikap, mulai dari mencabut Permenpora hingga mempertimbangkan opsi mundur dari jabatannya.
APO menilai Permenpora 14/2024 memberi ruang intervensi Pemerintah ke dalam urusan internal Federasi Olahraga.
Padahal, Olympic Charter secara tegas menjunjung tinggi prinsip otonomi organisasi olahraga. Bila situasi ini dibiarkan, Indonesia berisiko mendapat teguran keras hingga sanksi IOC.
Tak hanya itu, regulasi ini juga dinilai memicu dualisme kewenangan antara KONI Pusat, KOI dan Kemenpora. Kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan konflik internal dan menghambat Pembinaan Atlet di tingkat Nasional. (Agus Suyono)