Banjir Sumatra Kuras Harta, Tergerak Hati Segera Berdonasi

Banjir Sumatra Kuras Harta, Tergerak Hati Segera Berdonasi
audio-thumbnail
SKS Kamis 4 Desember
0:00
/673.185333

Spektroom - Pertanyaan tentang siapa yang harus disalahkan atas banjir di Sumatera tidak dapat dijawab dengan menyalahkan satu pihak saja, karena bencana tersebut disebabkan oleh kombinasi faktor alam dan kerusakan lingkungan yang terjadi selama bertahun-tahun. 

Para ahli dan laporan dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerintah, menyoroti beberapa penyebab utama, 

Kerusakan ekosistem lingkungan, kemudian deforestasi, atau hilangnya tutupan hutan secara besar-besaran di hulu sungai akibat penebangan liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan, pertambangan, dan industri lain, telah menghilangkan sistem penyerapan air alami. 

Greenpeace Indonesia mencatat bahwa area di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara, dibebani berbagai izin industri yang merusak hutan.

Banjir bandang membawa muatan gelondongan kayu di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Sibolga.

Diduga, kayu gelondongan itu berasal dari penebangan liar yang ikut memperparah banjir dan longsor.

Kepala Kampanye Global Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik.

"Hutan alam tersisa di Sumatera saat ini hanya tinggal kurang lebih 12 juta hektar, 11,6 juta hektar atau 24% dari total hutan alam yang ada di Indonesia, 75% yaitu udah berubah fungsi kebun sawit itu paling besar, kemudian kebun kayu atau HTI itu yang kedua dan berikutnya adalah pertambangan. Tentu ada juga pemukiman dasar tapi itu kecil, ya pemukiman, perkebunan, apa namanya pertanian masyarakat itu kecil, tapi paling besar adalah 3 industri itu"

Adalagi kemungkinannya, degradasi lingkungan atau kurangnya daerah tangkapan air menyebabkan tanah tidak mampu menahan curah hujan yang tinggi. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa banjir yang terjadi pada akhir November 2025 di tiga provinsi disebabkan oleh curah hujan yang luar biasa tinggi, setara dengan jumlah hujan bulanan yang tumpah dalam satu hari.

Siklon Tropis Senyar, apa ini? Fenomena siklon ini juga memperparah kondisi cuaca ekstrem di wilayah tersebut. 

Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Lampung Jihan Nurlela Terkait meningkatnya risiko bencana, termasuk dampak siklon tropis di wilayah Sumatra, Jihan yang juga Wagub Lampung ini menekankan pentingnya kesiapsiagaan seluruh pengurus dan anggota Pramuka Lampung.

Kwarda Lampung harus menjadi kekuatan moral dan sosial. Kita harus menjadi kader yang siap menghadapi tantangan, khususnya kebencanaan.

"Karena memang Sumatra sedang menghadapi Syclon Tropis, kami siapkan segera membentuk rapat kerja dengan pengurus Kwarda untuk bisa membentuk sosialisasi tanggap bencana dari gudep-gudep sampai dengan kwarcab. Simulasi-simulasi mungkin akan dilakukan juga? Ya, nanti teknisnya kita rapatkan lebih lanjut kepada pengurus dan tentunya kita adakan kerjasama-kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti BBBD dan pihak-pihak komunitas-komunitas yang memang jadi aktifis kebencanaan dan kebetulan dibidang Abdimasgana, juga terhimpun dari pengurus yang memang lintas sektor yang khusus kebencanaan"

Kembali ke penyebab banjir, atau mungkin alokasi lahan yang tidak tepat,  Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Dyah Murtiningsih menyatakan bahwa sebagian besar DAS yang terdampak banjir didominasi oleh Area Penggunaan Lain (APL) yang rentan terhadap bencana hidrometeorologi.

Tentu sangat bijak jika kita tidak mencari kesalahan dalam musibah banjir di Sumbagut ini, Sumbar, Aceh dan Sumut, yang ada hanyalah rasa empati untuk berdonasi. 


Dikutip dari celios.co.id bencana ekologis di Sumatera periode November 2025 diproyeksi telah mengakibatkan kerugian ekonomi Rp68,67 triliun. Angka ini mencakup kerusakan rumah penduduk, kehilangan pendapatan rumah tangga, rusaknya fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan serta kehilangan produksi lahan pertanian yang tergenang banjir-longsor.

Secara spesifik Provinsi Aceh diproyeksi menderita kerugian Rp2,2 triliun. Sumatera Utara diproyeksi kehilangan Rp2,07 triliun dan Sumatera Barat Rp2,01 triliun.

Bencana ekologis dipicu oleh alih fungsi lahan karena deforestasi sawit dan pertambangan. Sementara sumbangan dari tambang dan sawit bagi provinsi Aceh misalnya tak sebanding dengan kerugian akibat bencana yang ditimbulkan.

Untuk itulah Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir mengatakan meski Inflasi bulan November Pada Posisi Ideal, Namun 3 Provinsi Alami Kesulitan, Bagi Darah Yang Kemampuan Finansialnya Tercukupi Diimbau Untuk Dapat Berdonasi.

"Berikutnya Bapak Ibu sekalian Sumbar support dan Aceh anima masih dalam tahap rehabilitasi musibah dan menghimbau untuk teman-teman kepala daerah untuk bisa mengajak warganya untuk bagi mereka yang fiskalnya atau keuangan daerahnya masih bisa membantu untuk memberikan bantuan kepada tiga provinsi tersebut oleh sebab itu bagi mereka yang masih memungkinkan daerah-daerah yang masih memungkinkan kami menghimbau untuk dapat memberikan bantuannya"

Tidak saja itu Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga meninjau lokasi bencana di Bener Meriah, Aceh, untuk memastikan bantuan warga dan pemulihan infrastruktur.

Dalam kunjungan itu, Menko AHY menyerahkan bantuan beras dari Presiden Prabowo kepada warga di barak pengungsian.(@Ng)

"Kami ingin memastikan bahwa sudah dilakukan berbagai upaya terutama alat-alat berat, ekskavator yang sudah digelar dan dijalankan untuk bisa menghubungkan kembali jalur yang terputus ini. Tentu butuh waktu, kami mohon kita semua memberikan waktu kesempatan kepada kementerian pekerja umum dan para petugas yang bekerja di lapangan. Terima kasih tentunya Pak Bupati, di sini ada Pak Eka Putra Bupati Tanah Datar, jajaran Forkopimda, TNI, POLRI, Kejaksaan dan semua yang berupaya untuk mengawal proses ini. Karena tahapan yang harus dilalui yang pertama adalah kita ingin memastikan nanti secara temporer, saya ulangi secara temporer, sementara, ini bisa terhubung kembali tetapi nanti baru bisa digunakan secara terbatas, secara terbatas untuk mendukung mobilitas yang sifatnya esensial"

Ya....selalu ada hikmah di balik musibah. Namun, ketika kondisi sudah kembali normal, kita sering lupa. Baru ketika musibah datang secara mendadak, kita terlambat lagi melakukan mitigasi.

Berita terkait