Dari Ngaglik untuk Batu: Festival Banteng Kreasi yang Menghidupkan Tradisi

Spektroom - Sabtu malam itu ( 6/9/2025), udara Batu yang dingin terasa hangat oleh sorak penonton.
Ratusan orang tumpah ruah di Kelurahan Ngaglik kecamata Batu, kota Batu. Lampu sorot menari, gamelan berdentum, dan derap kaki para pemain bantengan mengguncang tanah.
Malam itu, Ngaglik bukan sekadar kelurahan biasa, namun menjadi pusat perhatian karena berhasil menyulap alun-alun kecilnya menjadi panggung seni yang penuh warna. Bahkan Ngaglik menjelma menjadi rumah besar bagi kreativitas generasi muda.

Festival Pencak dan Banteng Kreasi bertajuk “Gumelaring Budoyo, Sang Swara Tapak Lan Ngayu Roso” membuka pintu bagi anak-anak muda untuk menghidupkan bantengan dengan cara baru.
Festival ini lahir dari gagasan sederhana Karang Taruna Ngaglik: bagaimana menjadikan bantengan—seni rakyat khas Batu—bukan hanya tontonan mistis atau trans, melainkan media kreativitas.
" Bantengan tidak lagi melulu trans atau kalap, tetapi penuh narasi, koreografi, dan atraksi memukau. Kami ingin bantengan tampil lebih kaya rasa—ada seni, ada olahraga, dan ada jiwa,” ujar Lurah Ngaglik, Rendra Ardinata, dengan penuh semangat.
Delapan grup bantengan turun ke gelanggang. Ada yang menampilkan gerakan silat penuh tenaga, ada pula yang menggabungkan musik, tari, hingga drama.
" Di sinilah anak-anak muda bisa berekspresi sekaligus menjaga tradisi" Lanjut Rendra.
Penonton berulang kali dibuat terpukau. Ketika grup Putra Cahaya Buana dari Ngaglik dinobatkan sebagai juara pertama, sorak kemenangan bergema. Ngaglik benar-benar menunjukkan taringnya sebagai pusat lahirnya juara.
Disusul Adhikari Wisanggeni dari Temas juara kedua dan Lembu Welas Marcapat, juga dari Ngaglik, yang menempati posisi ketiga.
Kelompok lain seperti Sido Joyo dari Pujon kab. Malang, Paku Bumi dan Lestari Karya Mukti dari Sisir Batu, juara harapan serta Sinar Suryo Sejati dari Ngaglik Batu turut menambah semarak festival sebagai penampil Original
Rendra menyebutkan, kegiatan ini lebih dari sekadar kompetisi,tempat anak-anak muda Batu dan kabupaten Malang saling bertukar ide, menularkan energi, sekaligus merajut persaudaraan lewat seni.
" festival ini menjelma ruang silaturahmi Generasi muda dari Batu hingga kabupaten Malang berkumpul, bukan untuk bersaing semata, tapi saling menginspirasi " Tandasnya,
Ada yang membawa tradisi lama, ada pula yang menawarkan inovasi baru, semuanya berpadu dalam semangat kebudayaan.
Dari Sido Joyo Pujon hingga Paku Bumi Sisir, semuanya membawa warna sendiri.
Penyelenggara punya mimpi besar: menjadikan festival ini agenda tahunan, ikon budaya dari Ngaglik untuk Batu dan dunia.
Sebuah cita-cita yang tidak berlebihan, karena dari malam itu jelas terlihat: Ngaglik punya energi yang tak ada habisnya.
Ngaglik telah membuktikan, seni tradisi tidak pernah usang. Selama ada anak muda yang berani berkreasi, bantengan akan terus hidup—berdiri kokoh di antara riuh modernitas, sambil mengajarkan tentang keberanian, kebersamaan, dan cinta budaya.
Di balik sorot lampu dan sorak penonton, ada harapan besar: Ngaglik bisa dikenal sebagai pusat seni bantengan modern. Penyelenggara berharap festival ini menjadi agenda tahunan, ikon budaya yang lahir dari kampung sederhana namun berjiwa besar.
Ngaglik telah memberi contoh, bahwa tradisi tidak akan pudar selama ada yang merawat. Lewat tangan kreatif anak mudanya, bantengan tidak hanya hidup, tapi juga berkembang—menjadi jembatan antara warisan leluhur dan cita-cita masa depan.( Eno)