Dari peristiwa 11 September 1945, Lahirlah Tri Prasetya, Tiga Janji Broadcaster

Spektroom - Delapan puluh tahun silam, delegasi broadcaster dari enam studio Hoso Kyoku di Jawa berkumpul di Jakarta, merancang Radio Republik Indonesia. Rencana itu dilaporkan kepada Pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Sekretaris Negara, Mr. Pringgodigdo.
Hal itu sampaikan Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Radio Republik Indonesia (RRI), Anwar Mujahid Adhy Trisnanto, pada prosesi penyulutan obor Tri Prasetya dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, di Auditorium Abdulrachman Saleh, RRI Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Yang menarik, lanjut Anwar Mujahid, para broadcaster tidak sependapat dengan Mr. Pringgodigdo. Jam 12 malam harinya, mereka sepakat membentuk Radio Republik Indonesia.
"Dari peristiwa 11 September 1945 tadi, kita bisa menyimpulkan, RRI diinisiasi oleh broadcaster Hoso Kyoku, diserahkan kepada Negara sebagai alat perjuangan dan demi kepentingan perjuangan, founding fathers kita berani berbeda pendapat dengan Mr. Pringgodigdo" ujar dia.

Menurut Anwar Mujahid Adhy Trisnanto, modal berani-beda itu adalah semangat yang kemudian kita kenal sebagai Tri Prasetya RRI. Yang intinya, mengamankan sepenuh jiwa-raga segala sarana dan prasarana dari musuh-musuh negara.
Selanjutnya, menjadikan siaran RRI sebagai alat perjuangan membela tanah air dan bangsa.
Kemudian berdiri di atas segala aliran partai politik dan golongan dengan berpegang teguh kepada jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.
Saat revolusi fisik, Menteri Luar Negeri Belanda, Van Kleffens di forum PBB mengejek Indonesia dengan sebutan republik mikrofon.
"Ini malah menunjukkan betapa besar peran mikrofon di awal republik ini dan mikrofon itu mikrofon Radio Republik Indonesia" kata Anwar mengingatkan. Perjuangan para pendahulu kita, terus Anwar, nyaris di seluruh Indonesia,mereka menggotong-gotong pemancar naik turun bukit, menghindari bom sekutu. Semua ini dilakukan agar siaran RRI tidak putus, sekali di udara tetap di udara.
"Landasan hukum kita sampai hari ini adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Status kelembagaan kita jelas, Lembaga Penyiaran Publik. Dan peran penting yang diamanatkan UU kepada kita mencakup kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi" tandasnya lagi. Anwar Mujahid Adhy, juga menyimpulkan, RRI harus bicara cerdas dan mencerdaskan, bukan pembodohan.
"Yang lebih penting, bicara tentang kebenaran, bukan pembohongan, melakukan diseminasi kebijakan dan program Pemerintah dengan jelas dan cermat, membuka kanal interaksi" ucap Anwar diakhir sambutannya.(@Ng)