Digitalisasi Bukan Inovasi, Namun Hanya Sebatas Tehnologi Informasi
Spektroom - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri bekerjasama dengan Pemprov DKI menggelar Seminar Internasional Inovasi Daerah 2025, dengan tema Memperkuat Ekosistem Inovasi Melalui Kolaborasi Multisektor Guna Mewujudkan Kemandirian dan Daya Saing Daerah, di Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Seminar menghadirkan 4 Narasumber praktisi dan profesional yang sangat kompeten di bidangnya, seperti wakil Pemimpin Redaksi Kompas TV Alexander Wibisono, Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri Hailul Hairy, Meta Dharma Saputra, CEO Katadata Indonesia dan Kepala Institut Pembangunan Kota dan Daerah Asia Pasifik atau CLGI 2025, Bambang Susantono
Hailul Hairy, dalam makalahnya strategi Percepatan Inovasi Pemerintahan mengatakan, kebijakan publik harus didorong oleh inovasi, bukan oleh spekulasi. Politisi dan pembuat kebijakan strategis harus gencar mencari dan memanfaatkan inovasi menjadi kebijakan publik.
Apabila kita ber “Bisnis” Inovasi Untuk mendorong lebih banyak innovator, maka pemerintah harus “membeli” setiap inovasi yang telah teruji dan akan digunakan dalam tata kelola pemerintahan.
"Tidak cukup hanya dengan menyediakan biaya riset inovatif, tapi harus memberikan pendapatan bagi inovator. Inovasi harus dibayar selama pemerintah menggunakan hasil inovasi tersebut" ujar Hailul Hairy menjelaskan.
Hailul Hairy juga menyampaikan banyak orang berpendapat bahwa digitalisasi adalah sebuah inovasi, karena 40% pelayanan publik di daerah telah secara digital, sejatinya digitalisasi itu hanya sebatas Tehnologi Informasi (TI) bukan sebuah inovasi.
"Inovasi itu seolah-olah digitalisasi, yang berkembang di pikiran kita itu ya tadi kalau inovasi itu adalah digitalisasi. Padahal digitalisasi itu kan namanya itu sebuah tool. Kalau Anda melaksanakan satu layanan publik yang tadinya orang ngantar bekas dibawa ke kantor dengan hard copy, sekarang Anda pakai digitalisasi, lebih mudah dan cepat" terang dia.
Hal seperti itu, lanjut Hailul tidak berinovasi, tapi daerah itu justru terlambat, jika di pelayanan publik dibuat dengan sistem melalui aplikasi, yang di luar negeri telah dilakukan 15 tahun yang lalu, itu bukan inovasi.
"Bukan saya tidak setuju digitalisasi, digitalisasi harus dan sudah menjadi bagian hidup kita sekarang ini.Tapi kalau produk barang dan jasa yang diberikan masih seperti dulu-dulu, hanya di enabler oleh IT, saya kira itu ya hal yang baru, bukan inovasi" ujarnnya.
Meskipun banyak riset yang dilakukan baik oleh Perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya, tapi masih sangat jarang riset menghasilkan inovasi baru. Risgk masih sekedar mencari “temuan baru” atau novelity.
"Namun masih sedikit riset yang menghasilkan inovasi yang sungguh-sungguh sebagai inovasi yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan secara empiris" kata dia.
Hal ini disebkan oleh penilaian terhadap mutu sebuah riset ditentukan pada jurnal publikasinya, bukan pada pemanfaatan hasil riset dalam pemecahan.(@Ng).