Disnakertrans Kalbar Akui Keterbatasan Tenaga Pengawas

Disnakertrans Kalbar Akui Keterbatasan Tenaga Pengawas
Sekretaris Disnakertrans Provinsi Kalbar Muhaimenon saat menjadi narasumber program Ruang Terbuka Pro 1 RRI Pontianak. (Foto : Dok. Disnakertrans Pontianak)

Spektroom – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) terus memperkuat fungsi pengawasan ketenagakerjaan untuk mencegah munculnya persoalan di lapangan, terutama yang melibatkan hubungan antara pekerja dan perusahaan.

Sekretaris Disnakertrans Kalbar, Muhaimenon, mengatakan persoalan ketenagakerjaan tidak hanya terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit, melainkan juga di berbagai bidang usaha lainnya.

Namun, isu perburuhan di perkebunan sawit memang paling sering muncul di ruang publik karena banyaknya pekerja yang menggantungkan hidup di sektor tersebut.

“Kami akui saat ini yang paling banyak didiskusikan di area publik adalah masalah buruh sawit. Hal ini karena wilayah Kalbar memiliki banyak kebun sawit, dan sebagian besar anggota serikat pekerja juga berasal dari sektor tersebut,” ujar Muhaimenon saat menjadi narasumber program Ruang Terbuka Pro 1 RRI Pontianak, Kamis (06/11/2025) pagi.

Muhaimenon menjelaskan, potensi perselisihan antara tenaga kerja dan perusahaan biasanya muncul karena ada tiga pihak yang terlibat langsung, yakni pemerintah, pengusaha, dan pekerja.

Di sisi pemerintah, salah satu penyebab utama munculnya konflik adalah masih terbatasnya kapasitas pengawasan di lapangan.

“Pengawasan yang dilakukan oleh Disnakertrans Kalbar memang belum optimal karena jumlah pengawas hanya 27 orang untuk mengawasi lebih dari 23 ribu perusahaan di seluruh Kalbar. Dengan keterbatasan itu, tidak semua perusahaan bisa kami pantau secara rutin, apalagi yang lokasinya jauh di pelosok,” jelasnya.

Ia menambahkan, kondisi geografis Kalbar yang luas turut menjadi tantangan tersendiri.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar (Disbunnak) 2025, luas perkebunan kelapa sawit di provinsi ini mencapai 3,2 juta hektare dari total wilayah 14,68 juta hektare.

Artinya, sekitar 21–22 persen wilayah Kalbar telah digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.

Meski demikian, Disnakertrans Kalbar berkomitmen memperkuat pengawasan dengan berbagai langkah strategis, seperti meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota, memperluas sinergi dengan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha, serta memanfaatkan teknologi pelaporan online untuk mempercepat penanganan aduan tenaga kerja.

“Kami mendorong agar hubungan industrial yang harmonis bisa terus dibangun melalui komunikasi terbuka dan penyelesaian masalah secara dialogis,” tutur Muhaimenon.

Ia berharap, ke depan pengawasan tenaga kerja di Kalbar dapat berjalan lebih efektif dan responsif sehingga mampu menciptakan iklim kerja yang aman, adil, dan produktif bagi seluruh pekerja di Kalimantan Barat.

Berita terkait