Kakorlantas Polri Berlakukan Pembekuan Strobo dan Sirene " Tot....Tot...Tot..Wuk....Wuk... Di Jalan

Kakorlantas Polri  Berlakukan  Pembekuan Strobo dan Sirene " Tot....Tot...Tot..Wuk....Wuk... Di Jalan
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho membekukan penggunaan Strobo ( foto: humas mabes polri)

Spektroom - Sirene dan rotator, yang dikenal sebagai strobo, adalah alat yang dirancang untuk memberikan peringatan darurat. Namun, penggunaan yang tidak tepat seringkali membuat masyarakat menolaknya. Masyarakat sudah cukup gerah dengan kebisingan di jalanan.

Masyarakat pengguna transportasi menolak penggunaan strobo, alasan nya  penyalahgunaan dan hak istimewa yang tidak tepat. Alasan paling mendasar adalah penyalahgunaan. Masyarakat sering melihat kendaraan pribadi atau pejabat yang bukan dalam keadaan darurat menggunakan strobo untuk menerobos kemacetan. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa strobo adalah simbol hak istimewa dan bukan alat untuk keselamatan publik. Penggunaan yang tidak pada tempatnya ini menciptakan rasa tidak adil dan memicu kemarahan.

Alasan lain terhadap gangguan dan kebisingan. Suara sirene yang nyaring dapat sangat mengganggu, terutama di lingkungan padat penduduk atau di tengah malam. Gangguan ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat menimbulkan stres, bahkan memicu kecemasan. Orang tua, orang sakit, atau mereka yang ingin beristirahat sering merasa terganggu oleh kebisingan yang berlebihan.

Untuk itu Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho  membekukan  penggunaan Strobo yang tidak tepat. Hal itu dilakukan  untuk menertibkan penggunaan sirene dan rotator di jalan " Saya akan membekukan penggunakaa. Strobo Sirene dijalan untuk sementara sampai ada Aturan yang mengatur hal tersebut" ujarnya di Jakarta,Sabtu (20/9)

Kebijakan yang bersifat sementara ini merupakan langkah awal yang baik untuk mengembalikan aturan yang berlaku. Tetapi Sebagian besar masyarakat setuju bahwa penertiban ini tidak seharusnya hanya sementara. Penggunaan sirene dan rotator di luar peruntukannya sudah menjadi masalah kronis yang memicu ketidakadilan dan kekacauan di jalan.

Pemberlakuan Pembekuan Strobo dan Sirene " Tot...Tot...Wuk....Wuk.... Mendapat apresiasi dari masyarakat dan juga beberapa Pengamat,diantaranya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ,Djoko Setijowarno.

Tot..tot..wuk...wukkk mau lewat usir taxi yang mengalangi ( foto: dok korlantas)

Ia  berpendapat, pengguna jalan yang memperoleh hak utama diantaranya telah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk didahulukan .

" Perlunya regulasi  yang selama ini  kurang tegas. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur siapa saja yang berhak menggunakan sirene dan strobo (seperti mobil ambulans, pemadam kebakaran, dan polisi), penegakan hukumnya sering kali dianggap lemah. Ketidaktegasan ini membuat banyak orang berani menggunakannya tanpa izin, memperburuk masalah penyalahgunaan." ucap Djoko di Jakarta, Minggu ( 21/9/2025)

Hal ini menurut Djoko mengurangi kepercayaan publik. Ketika sirene dan strobo digunakan secara sembarangan.  "Kepercayaan masyarakat terhadap sistem darurat bisa menurun. Saat mendengar sirene, masyarakat tidak lagi yakin apakah itu benar-benar situasi darurat atau hanya kendaraan yang ingin mencari jalan pintas. Akibatnya, ketika ada situasi darurat yang nyata, respons masyarakat untuk memberikan jalan mungkin tidak secepat atau setanggap seharusnya." Ucap Djoko.

Menurut Djoko seharusnya ada sanksi yang diberikan bagi setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan.Kendaraan Bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dapat dipidana kurungan maksimal satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (pasal 287 ayat 4).

Sanksi yang diberikan terlalu rendah dan sudah seharusnya masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sanksi pidana dan denda harus ditinggikan, sehingga ada efek jera bagi yang melanggar aturan itu.

" Intinya, penggunaan sirene dan rotator yang tidak sesuai aturan menciptakan ketidakadilan, mengganggu ketenangan, dan pada akhirnya merusak esensi dari tujuannya sebagai alat keselamatan." jelas Djoko

Berita terkait