Kasus Pemerasan Rp150 Juta, Terdakwa Wartawan dan Aktivis LSM Ajukan Keberatan Dakwaan

Spektroom – Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang kembali menggelar sidang kedua kasus dugaan pemerasan dan penipuan yang menyeret nama oknum wartawan Y. Lukman Adi Winoto dan anggota LSM Fuad Dwi Yono. Keduanya didakwa telah memeras pengelola Pondok Pesantren Hadhramaut di Kota Batu dengan dalih menyelesaikan perkara pencabulan anak di lingkungan pesantren tersebut.
Sidang yang berlangsung pada Rabu (28/7/2025) di Ruang Sidang Garuda ini beragenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa terhadap surat dakwaan yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya.
Dalam perkara ini, JPU dari Kejaksaan Negeri Batu menuduh kedua terdakwa meminta uang sebesar Rp150 juta dari M. Fahrudin Ghozali, pengelola pondok pesantren, dengan iming-iming akan membantu menyelesaikan perkara pencabulan anak. Peristiwa itu terjadi di Café Kopitiam, Jalan Ir. Soekarno No. 125, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, pada Rabu, 12 Februari 2025.
Majelis Hakim dalam persidangan dipimpin oleh Muhammad Hambali, S.H. selaku Hakim Ketua, dengan dua anggota hakim, Slamet Budiono, S.H., M.H., dan Rudy Wibowo, S.H., M.H. Hadir pula panitera pengganti Tri Hanadini Sulistyowati, S.H., M.H., serta tim JPU yang dipimpin oleh Hidayah, S.H., M.Kn., didampingi Dita, S.H.
Pihak terdakwa didampingi tim penasihat hukum dari Kantor Hukum & Advokat K & K and Partner yang terdiri dari Kayat Hariyanto S.Pd., S.H., M.H., Kriswanto S.S., S.H., M.H., Bahrul Ulum, S.H., dan Kresna Hari Murti, S.H.
Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan hukum karena dianggap kabur (obscuur libel), tidak jelas, serta terdapat berbagai kejanggalan dalam penyusunan. Salah satu poin keberatan yang disorot adalah tidak adanya pendampingan penasihat hukum saat pemeriksaan penyidikan terhadap terdakwa.
“Pemeriksaan dan penyidikan tanpa kehadiran penasihat hukum adalah batal demi hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) jo Pasal 114 KUHAP,” tegas Bahrul Ulum di hadapan majelis hakim.
Lebih lanjut, pihak kuasa hukum menyatakan bahwa dakwaan JPU hanya mengulang-ulang narasi pada dakwaan pertama dalam dakwaan kedua, ketiga, dan keempat, padahal setiap pasal yang disangkakan memiliki karakteristik tindak pidana berbeda: pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), penggelapan (Pasal 372 KUHP), serta pelanggaran UU ITE (Pasal 45B jo Pasal 29).
Selain itu, tim penasihat hukum juga menyoroti perbedaan waktu dan tempat kejadian (tempus dan locus delicti) yang tidak konsisten dalam surat dakwaan. Dalam dakwaan halaman awal disebutkan peristiwa terjadi pada Jumat, 18 April 2025, di tepi Jalan Diponegoro, Mojorejo, Junrejo. Namun dalam halaman selanjutnya disebutkan terjadi pada Rabu, 12 Februari 2025, di Café Kopitiam, Jalan Ir. Soekarno, Desa Beji, Junrejo.
“Ketidaksesuaian ini menimbulkan keraguan, membingungkan, dan dapat berujung pada batalnya surat dakwaan karena tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP,” ujar Kayat Hariyanto.
Dengan berbagai argumentasi tersebut, penasihat hukum memohon agar majelis hakim menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum dan tidak dapat diterima, serta membebaskan kedua terdakwa dari tahanan.
Sidang selanjutnya dijadwalkan akan digelar pada Senin, 4 Agustus 2025, dengan agenda mendengarkan tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi yang diajukan oleh pihak terdakwa.( Eno).