Membangun Budaya Organisasi yang Intelektual dan Etis di Kampus
Opini: Prof. Dr. Nur Laela, M.Hum. Dilaporkan M. Yahya Patta

Pendahuluan
Spektroom - Perguruan tinggi bukan hanya sekadar institusi pendidikan, melainkan sebuah ruang sosial yang mencerminkan nilai-nilai peradaban. Kampus adalah mini society yang melahirkan calon pemimpin, intelektual, dan penggerak masyarakat. Oleh karena itu, budaya organisasi yang tumbuh di dalamnya menjadi sangat penting. Budaya organisasi yang sehat akan melahirkan lulusan yang berkarakter, sedangkan budaya organisasi yang rapuh akan menghasilkan generasi yang hanya cerdas secara intelektual tetapi lemah secara moral.
Di era digitalisasi dan globalisasi saat ini, kampus menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara intelektualitas dan etika. Kemajuan teknologi informasi, derasnya arus pengetahuan, serta pergeseran nilai generasi muda memengaruhi cara mahasiswa, dosen, maupun pimpinan perguruan tinggi berinteraksi dan mengelola aktivitas akademik. Maka, membangun budaya organisasi yang intelektual sekaligus etis adalah kebutuhan mendesak.
Konsep Budaya Organisasi Di Kampus
Budaya organisasi kampus dapat dipahami sebagai seperangkat nilai, norma, kebiasaan, dan tradisi yang membentuk cara berpikir, bersikap, dan bertindak seluruh civitas akademika. Ada dua unsur fundamental yang harus berjalan beriringan:
Unsur Intelektual:
Kampus harus menumbuhkan tradisi ilmiah berupa berpikir kritis, keterbukaan terhadap perbedaan pandangan, penghargaan terhadap karya ilmiah, serta keberanian dalam mencari kebenaran ilmiah. Intelektualitas di kampus tidak sebatas nilai akademik, melainkan juga kemampuan menghasilkan karya riset, inovasi, dan gagasan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Unsur Etis:
Seiring dengan intelektualitas, kampus harus menanamkan nilai etika. Etika mencakup kejujuran akademik, integritas dalam penelitian, sikap adil, penghargaan terhadap hak cipta, serta tanggung jawab sosial. Unsur etis menjamin bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang tidak disalahgunakan, melainkan digunakan untuk kepentingan kemanusiaan. Keseimbangan kedua unsur ini menjadikan kampus sebagai ruang intelektual yang beradab (civilized intellectual space).
Fenomena Aktual di Dunia Kampus
sayangnya, realitas di banyak perguruan tinggi menunjukkan berbagai tantangan serius. Beberapa fenomena aktual yang dapat diamati antara lain:
Plagiarisme dan pelanggaran etika akademik: praktik copy-paste dalam tugas atau penelitian, manipulasi data, hingga titip absen masih sering terjadi. Hal ini menunjukkan lemahnya internalisasi nilai kejujuran akademik.
Budaya instan: sebagian mahasiswa lebih memilih cara cepat untuk menyelesaikan tugas, termasuk penggunaan teknologi tanpa kedalaman pemahaman. Fenomena ini mengikis tradisi berpikir kritis dan reflektif.
Polarisasi dan intoleransi: perbedaan pandangan politik, ideologi, atau agama kadang menimbulkan gesekan di kalangan mahasiswa, bahkan antar organisasi kampus. Ini menunjukkan perlunya budaya dialog yang sehat.
Kurangnya tradisi diskusi ilmiah: banyak mahasiswa aktif di media sosial, namun minim keterlibatan dalam forum diskusi akademik, seminar, atau penelitian.
Komersialisasi pendidikan: orientasi pada keuntungan finansial sering kali mengaburkan misi utama perguruan tinggi sebagai pengembang ilmu dan karakter. Fenomena tersebut menegaskan bahwa budaya organisasi kampus perlu diperkuat agar kampus tidak hanya menghasilkan lulusan cerdas, tetapi juga berintegrasi.
Tantangan yang Dihadapi
Tantangan utama adalah kesenjangan antara visi-misi perguruan tinggi dengan realitas lapangan. Banyak perguruan tinggi menuliskan visi “unggul, berdaya saing, dan berakhlak mulia”, tetapi praktik keseharian justru bertolak belakang. Selain itu, perubahan generasi ke arah serba cepat dan digital sering membuat nilai-nilai mendalam seperti etika, kesabaran, dan refleksi terabaikan.
Kampus juga berada di tengah dilema: di satu sisi harus memenuhi kebutuhan pasar kerja yang pragmatis, di sisi lain harus menjaga idealisme akademik yang berorientasi pada pencarian kebenaran.
Solusi Akademik
Untuk membangun budaya organisasi yang intelektual dan etis di kampus, diperlukan langkah-langkah konkret yang bersifat akademik dan aplikatif, antara lain:
Penguatan Integritas Akademik
Menegakkan aturan yang tegas terhadap plagiarisme dan pelanggaran etika penelitian.
Mendorong penggunaan plagiarism checker sebagai standar dalam setiap karya akademik.
Revitalisasi Budaya Intelektual
Menghidupkan forum ilmiah seperti seminar, diskusi, dan kajian rutin yang menumbuhkan tradisi berpikir kritis.
Mendorong mahasiswa aktif menulis, baik di jurnal ilmiah maupun media populer.
Kampus sebagai Laboratorium Etika Sosial
Aktivitas kemahasiswaan diarahkan pada pengabdian masyarakat, kolaborasi lintas disiplin, dan kerja-kerja sosial.
Program service learning dapat menjadi sarana untuk mengintegrasikan ilmu dengan praktik etika di lapangan.
Etika Digital dan Literasi Teknologi
Kampus perlu memberikan edukasi tentang etika bermedia digital, penyalahgunaan AI, serta bahaya hoaks.
Penggunaan teknologi harus diarahkan untuk memperkuat tradisi akademik, bukan sebaliknya.
Keteladanan Pimpinan dan Dosen
Budaya organisasi tidak bisa hanya diajarkan, tetapi harus diteladankan. Dosen dan pimpinan kampus wajib menjadi model integritas dan intelektualitas.
Integrasi Kurikulum
Memasukkan mata kuliah atau modul terkait filsafat ilmu, etika profesi, dan pendidikan karakter secara wajib.
Menyusun program character building yang berkelanjutan, bukan sekadar seremonial.
Membangun budaya organisasi yang intelektual dan etis di kampus adalah ikhtiar panjang yang membutuhkan komitmen bersama. Kampus tidak boleh berhenti pada pencapaian akademik semata, melainkan harus memastikan bahwa setiap lulusannya memiliki integritas, kejujuran, dan kepedulian sosial. Budaya intelektual yang kuat akan melahirkan generasi yang kritis dan inovatif, sementara budaya etis akan memastikan bahwa ilmu digunakan untuk kemaslahatan.
Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Dengan budaya organisasi yang intelektual dan etis, kampus akan benar-benar menjadi centre of excellence sekaligus moral force bagi bangsa.