Merti Bumi Tulungrejo: Njenang Bareng dan Pentas Seni, Simbol Persatuan dan Potensi Wisata Budaya Kota Batu

Merti Bumi Tulungrejo: Njenang Bareng dan Pentas Seni, Simbol Persatuan dan Potensi Wisata Budaya Kota Batu
Warga desa Tulungrejo kecamatan Bumiaji Kota Batu memasak Njenang tandai selamatan desa

Spektroom - Di tengah geliat modernisasi, masyarakat Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, tetap setia menjaga warisan budaya nenek moyang melalui tradisi Selamatan Desa.

Tradisi itu kembali digelar dalam bentuk acara Njenang Bareng dan pentas seni dengan tema "Merti Bumi Tulungrejo, Tulus Wigati Trustha ing Widhi", yang dipusatkan di Lapangan Dusun Junggo ,pada Sabtu,( 26 /7/ 2025).

Acara ini bukan sekadar perayaan seremonial tahunan melainkan wujud nyata rasa syukur kepada Tuhan dan bumi yang telah memberikan keberkahan dan kehidupan dengan semangat gotong royong dan persatuan

Wakil wali kota Batu Heli Suyanto

Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, yang hadir dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasinya terhadap kekuatan budaya dan kearifan lokal masyarakat Tulungrejo.

Ia bahkan mendorong agar tradisi semacam ini bisa diangkat menjadi agenda resmi dalam kalender pariwisata Kota Batu.

“Ini kan tradisi masyarakat Kota Batu, budaya seperti ini harus dilestarikan. Kalau bisa, ini dimasukkan ke dalam kalender wisata Dinas Pariwisata,” ujar Heli, sembari ikut mengaduk dan mencicipi njenang bersama warga.

Pentas Seni antar dusun

Selain pembuatan njenang oleh masing-masing RW secara swadaya, acara juga dimeriahkan dengan pentas seni yang menampilkan ragam kesenian khas dari seluruh dusun yang ada di Desa Tulungrejo.

Setiap dusun mempersembahkan pertunjukan yang menggambarkan kekayaan budaya dan semangat gotong royong yang masih hidup dan lestari.

Seni tari, tembang tradisional, hingga pertunjukan musik lokal menyatu dalam semangat kebersamaan, menjadikan Merti Bumi bukan hanya sarana pelestarian tradisi, tetapi juga media ekspresi kolektif warga desa.

Kades Tulungrejo Kecamatan Bumiaji, Suliono

Kepala Desa Tulungrejo, Suliono, menegaskan kegiatan seperti ini bukan hanya simbol tradisi, tetapi juga ruang untuk memperkuat solidaritas warga.

Pembuatan jenang, sebagai contoh, dilakukan selama lima jam oleh tiap RW dengan bahan utama ketan, tepung beras, kelapa, dan rempah-rempah tradisional.

Proses ini dilakukan secara gotong royong dan hasilnya dibagikan ke seluruh warga.

“Makna dari jenang adalah untuk merukunkan semua warga, menyatukan mereka dalam semangat membangun desa,” jelas Suliono.

Kepala Desa Tulungrejo, Suliono, menjelaskan bahwa pembuatan jenang merah ini mengandung harapan agar masyarakat hidup guyub rukun serta lembaga adat dan pemerintah desa senantiasa mendapat berkah dan barokah.

Pak Kecik (68), salah satu warga dari Dusun Gondang yang rutin mengikuti acara selamatan desa, turut membagikan pengalamannya.

Ia menyebut bahwa semangat gotong royong dalam acara ini bukan hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga memperkuat rasa memiliki terhadap desa dan budayanya.

Merti Bumi Tulungrejo tidak hanya menjadi media pelestarian nilai-nilai tradisional, tapi juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya.

Tradisi ini menunjukkan bahwa pariwisata bukan hanya soal keindahan alam, tetapi juga soal kedalaman budaya dan nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat.

Acara ini bukan hanya ajang nostalgia atau pelestarian tradisi, melainkan juga memiliki potensi besar sebagai atraksi wisata budaya.

Jika digarap secara serius dan dipromosikan dengan baik, agenda seperti ini dapat menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk merasakan pengalaman budaya yang otentik dan membumi.

Ketika masyarakat lokal mampu menjaga identitas budayanya, maka pariwisata pun tak hanya menjual panorama, tetapi juga jiwa dan sejarah sebuah tempat.

Tradisi seperti ini bisa menjadi model pembangunan berbasis budaya yang tidak terputus dari akar sosial masyarakat.

Dengan memasukkan Selamatan Desa Tulungrejo ke dalam kalender wisata resmi, Pemkot Batu bisa memperluas narasi pariwisata berbasis kearifan lokal yang menyentuh hati para pengunjung.

Di tengah gemerlap dunia digital, suara lesung dan aroma jenang menjadi pengingat bahwa kebahagiaan bisa tumbuh dari kesederhanaan dan kebersamaan.

Dan pada akhirnya, Merti Bumi bukan hanya milik Tulungrejo, tetapi menjadi bagian dari wajah kebudayaan Kota Batu yang kaya dan layak dikenal dunia.( Eno).

Berita terkait