Nerojun Aik: Jejak Leluhur di Kapuas yang Terus Hidup dalam Tradisi Maulid
Spektroom – Di tepian Sungai Kapuas yang tenang, aroma tradisi lama kembali terasa. Minggu (16/11/2025), masyarakat setempat kembali menggelar Maulid Nerojun Aik, sebuah ritual yang sudah mengalir dari generasi ke generasi.
Meski zaman terus berubah, tradisi ini tetap bertahan sebagai penanda bahwa warisan leluhur masih berdenyut kuat di hati warga Kapuas.
Sejak pagi, warga sudah berkumpul di pinggir sungai. Mereka duduk berkelompok, bercengkerama sambil menunggu acara dimulai. Ketika alunan shalawat dan Barzanji berkumandang, suasana langsung berubah menjadi khidmat.
Anak-anak yang biasanya berlarian pun ikut duduk tenang, seakan larut dalam ritme syair yang diwariskan para pendahulu mereka. Di sinilah keunikan Nerojun Aik terasa. Tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan simbol kearifan lokal.
Proses penyucian diri dengan air sungai dianggap sebagai wujud syukur, sekaligus mengingatkan manusia untuk kembali pada jati diri yang bersih sebagaimana akhlak Nabi Muhammad SAW yang menjadi teladan.
Sahbudi, panitia pelaksana kegiatan menjelaskan tradisi ini lahir dari kebiasaan para leluhur yang senantiasa memaknai sungai sebagai sumber kehidupan.
“Air Kapuas ini tidak hanya menghidupi tubuh, tapi juga menghidupi jiwa. Karena itu Nerojun Aik menjadi cara kita mengikat kembali nilai-nilai kebaikan,” katanya dengan nada haru.
Ketua Masjid, Iskandar, juga menegaskan bahwa keberlangsungan Maulid tradisional seperti ini tidak terlepas dari peran masyarakat dalam menjaga budaya Islam yang tumbuh secara alami di tepian sungai.
“Dulu, orang tua kita mengenal agama melalui cerita, syair, dan tradisi. Melalui kegiatan seperti ini, kita mengajak anak-anak untuk belajar hal yang sama, tetapi dengan cara yang lebih dekat dengan kehidupan mereka,” ujarnya.
Ritual penyucian menjadi bagian paling ditunggu. Satu per satu warga turun ke tepi sungai, menciduk air dan membasuh wajah, seolah melepaskan segala keluh kesah yang mengendap selama setahun. Ada yang tersenyum, ada yang menunduk, namun semua merasakan keteduhan yang sama.
Acara kemudian ditutup dengan doa bersama dan jamuan sederhana. Tidak ada kemewaha hanya kebersamaan yang hangat. Namun justru di situlah letak pesonanya.
Maulid Nerojun Aik bukan sekadar peringatan kelahiran Nabi, tetapi juga pengikat rasa, pengingat identitas, dan bukti bahwa tradisi leluhur selalu menemukan cara untuk tetap hidup di tengah masyarakat Kapuas.