PDI.P Peringati Tragedi Kudatuli Sejarah Kelam Politik di Indonesia

Spektroom - Peristiwa 27 Juli 1996 atau lebih dikenal dengan Tragedi Kudatuli merupakan sebuah konflik internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) buntut dualisme kepemimpinan yang terjadi di tubuh partai.
Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI berdasarkan hasil Kongres Surabaya 1993 dan pendukungnya berhak mengendalikan Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro No 58 Jakarta Pusat. Namun, diserbu kelompok pendukung Soerjadi selaku Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan 1996.
Soerjadi saat itu digunakan pemerintah Orde Baru untuk mencegah kepemimpinan Megawati.
Peristiwa ini diikuti oleh kerusuhan selama dua hari di Jakarta khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, dan Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 5 orang meninggal dunia, 149 orang luka-luka, 136 orang ditahan dan 23 orang hilang. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.
Tragedi ini menjadi salah satu sejarah kelam dalam perjalanan politik di Indonesia.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI.P) Djarot Saiful Hidayat menyatakan penyerangan terhadap Kantor DPP PDI.P tahun 1996 sebagai tindakan kekerasan yang mencederai hak berserikat dan berbicara.
"PDI.P sebagai partai wong cilik tidak akan pernah mati dan akan terus bangkit mesti terus menerus mendapatkan tekanan". ujar Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI.P) Djarot pada peringatan 29 tahun kerusuhan 27 Juli 1996 di Kantor Pusat DPP PDI.P Jalan Diponegoro No.58, Jakarta Pusat, Minggu, (27/7/ 2025)
Dalam kesempatan itu Ketua DPP PDI.P, Ribka Tjiptaning menyatakan peristiwa Kudatuli sebagai pelanggaran berat HAM.
“Kami menuntut peristiwa Kudatuli 1996 menjadi pelanggaran HAM berat,” ujarnya
Politikus senior PDI.P ini mengingatkan kader-kader PDI.P tidak melupakan sejarah partai. Menurutnya, partai berlambang banteng moncong putih itu harus membangun basis rakyat dan "tidak cengeng"