Penantian Buruh akan Kesejahteraan, Mogok Nasional Pilihan Terakhir
Spektroom - Buruh sejahtera adalah kondisi ideal namun masih menjadi tantangan akibat isu seperti upah murah, pengangguran, dan kebijakan pemerintah yang cenderung mengakomodasi modal, sehingga kesejahteraan buruh bergantung pada perbaikan regulasi, pertumbuhan ekonomi inklusif, dan kekuatan gerakan buruh sendiri.
Perjuangan buruh terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) kini sedang berlangsung khususnya dalam pembahasan penetapan UMP tahun 2026. Para buruh secara konsisten menuntut kenaikan yang signifikan dan menolak formula pengupahan yang dinilai tidak menjamin kesejahteraan.
Buruh menekankan bahwa perjuangan mereka didasarkan pada data kebutuhan hidup layak dan inflasi untuk memastikan kenaikan upah proporsional dan realistis.
Khusus untuk Jakarta, aliansi buruh menuntut UMP dinaikkan menjadi Rp 6 juta untuk tahun 2026, dari UMP 2025 sekitar Rp 5,4 juta.
Pemerintah dijadwalkan mengumumkan besaran UMP 2026 sebelum akhir Desember 2025. Proses ini masih menjadi polemik antara pihak buruh, pengusaha (Apindo), dan Pemerintah
Penetapan upah sering kali dianggap tidak sebanding dengan biaya hidup yang terus meningkat.
Buruh merasa posisi mereka lemah karena ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari pengusaha jika UMP naik terlalu tinggi, serta adanya kekhawatiran terkait sistem kerja kontrak/outsourcing yang mengurangi kepastian kerja dan jaminan upah.
Salah satu keluhan paling mendasar adalah banyak perusahaan, terutama di luar sektor formal atau industri padat karya, yang tidak menerapkan UMP sesuai aturan, sehingga buruh menerima upah di bawah standar yang ditetapkan.
Harapan buruh untuk sedikit bernapas lega di tengah himpitan biaya hidup akankah kembali sirna?
Akibat keluh kesah ini, aksi unjuk rasa dan ancaman mogok nasional seringkali menjadi pilihan terakhir buruh untuk menyuarakan tuntutan mereka agar pemerintah dan pengusaha mendengarkan aspirasi dan memperbaiki kebijakan pengupahan