Penuhi Kerjasama dengan BPJS, RS GPM Terus Berbenah
Spektroom - Pelayanan Rumah Sakit GPM Ambon terus dibenahi guna memenuhi persyaratan yang di tentukan BPJS, dimana RS GPM bekerja keras memenuhi seluruh persyaratan BPJS Kesehatan menjelang perpanjangan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Manager Pelayanan Medis RS GPM Ambon, dr. Emilly Vidya Agatha Relmasira, kepada Spektroom di ruang kerjanya mengatakan, proses ini sangat krusial untuk memastikan layanan BPJS tetap berjalan bagi masyarakat.
Menurut dr. Emilly, setiap tahun BPJS melakukan penilaian kelayakan rumah sakit, biasanya pada Oktober - November. Penilaian tersebut mencakup pemeriksaan dokumen SDM, sertifikasi kompetensi, kelengkapan sarana-prasarana, hingga standar ruang rawat inap.

"Sudah dua tahun kami tidak memiliki anggaran besar untuk pengecatan dan pembenahan fisik. Saat ini kami lakukan pembersihan dan perbaikan dengan bantuan internal dilingkungan RS GPM," kata Emilly.
12 Indikator Standar BPJS: RS Masih Banyak Kekurangan.
Dari 12 indikator wajib ruang rawat inap, RS GPM baru mampu memenuhi Lemari penyimpanan di setiap tempat tidur. Batas maksimal empat pasien dalam satu ruangan. Indikator lainnya masih jauh dari standar, seperti: Tirai partisi yang harus menempel di plafon kamar mandi yang luas dan ramah disabilitas, pencahayaan minimal 250 luxs, Suhu ruangan 20–26 °C dan dua stop kontak di setiap tempat tidur
Yang paling berat adalah kewajiban oksigen sentral. Setiap tempat tidur harus memiliki suplai oksigen melalui pipa terpusat. “Satu instalasi oksigen sentral untuk satu bed saja bisa menelan biaya di atas Rp 50 juta,” ungkapnya.
Dengan 60 tempat tidur yang dimiliki RS GPM, BPJS mensyaratkan minimal 40% atau 24 bed harus memenuhi standar kelas rawat inap. Namun kondisi fasilitas saat ini masih jauh dari angka tersebut.
“Kami hanya bisa mengganti lampu dan melakukan perbaikan kecil. Yang paling mahal itu pemasangan oksigen sentral dan penambahan bed standar,” katanya.
RS GPM pernah mengalami putus kerja sama BPJS pada akhir 2022 karena hasil penilaiannya berada di bawah standar. Sejak itu, pihak rumah sakit berupaya keras memperbaiki kualitas layanan. Dua tahun terakhir, nilai penilaian RS GPM justru masuk kategori terbaik.
Sebagai rumah sakit milik GPM, dr. Emilly berharap dukungan nyata dari Sinode, ,mengingat Gedung baru RS GPM yang sempat terbakar pada 2024 hingga kini belum tertangani dan masih terbengkalai.butuh perhatian
“Bukan hanya bangunan, sarana-prasarana di dalamnya juga harus dipenuhi. Tempat tidur, oksigen sentral, ventilator, instalasi air limbah—semuanya butuh biaya besar,” tegasnya.
Ia juga berharap selain perhatian dari Sinode, tokoh-tokoh Agama anggota DPRD, DPR RI, hingga pemerintah pusat. “Kami melayani seluruh masyarakat, dan banyak pasien lebih memilih RS GPM karena lokasi dan tenaga-tenaga dokter yang sudah lama bertugas di sini,” Terbatasnya Dokter Spesialis
Penambahan dokter spesialis juga terhambat karena keterbatasan ruang rawat inap. Saat ini RS GPM memiliki,2 Spesialis Penyakit Dalam, 2 Spesialis Anak ,2 Spesialis Kebidanan
ke depan rumah sakit naik kelas menjadi Tipe C, minimal harus memiliki 100 tempat tidur rawat inap. “Kalau bed bertambah, barulah dokter bisa ditambah. Kalau tidak, dokter akan kewalahan menangani pasien,” tutup dr. Emilly.(EM)