Perjuangan Keras Roihan Membuka Hati Guru dan Pimpinan Lembaga

Perjuangan Keras Roihan Membuka Hati Guru dan Pimpinan Lembaga
Delegasi Rektor Unesa berkunjung ke rumah Roihan. Foto: dok.humasunesa

Spektroom – Roihan Miftah Hilmiy, sosok pemuda yang tumbuh menjadi anak yang tidak hanya berprestasi, tetapi juga tangguh dalam menjalani hidup. Ayahnya meninggal dunia ketika ia duduk di kelas 12. Sejak saat itu, beban keluarga dipikul oleh sang ibu, Rida Andirana, yang bekerja sebagai penjaga warung bakso untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Dilansir dari laman resmi Diskominfo.jatimprov, Roihan, sebagai anak pertama dari dua bersaudara harus ikut membantu meringankan beban itu. Sejak awal SMA, Roihan tidak segan untuk bekerja. Pagi hingga siang ia bersekolah, sore membantu ibunya, lalu malamnya bekerja di kafe demi mendapatkan uang tambahan. Sekarang, ia menjadi kuli angkut pasir dan batu. Semua itu ia lakukan untuk menopang keluarganya.

“Dia itu baik, suka bekerja keras. Saya tidak pernah memaksanya untuk bekerja, tetapi dia memang mau. Minta uang ke saya saja tidak pernah, minta pun itu 5 ribu kalau dia benar-benar tidak punya uang,” ujar Rida menceritakan tentang anaknya.

Keseharian Roihan penuh perjuangan. Saat teman-teman sebayanya menghabiskan waktu luang untuk bermain atau bersantai, Roihan justru memilih memanfaatkan waktu untuk mencari penghasilan. Uang yang didapat ditabung untuk keperluan sekolah, jajan, hingga kebutuhan di rumah. “Kalau makan, jajan, dia pakai uang sendiri. Tidak minta dari saya,” lanjut sang ibu.

Selain kerja keras mencari pundi-pundi uang, Roihan juga aktif di dunia olahraga. Ia menekuni bela diri Mixed Martial Arts (MMA) dan bahkan menjadi atlet yang mewakili sekolah di kejuaraan tingkat provinsi.

Dedikasi dan kedisiplinan yang ia tunjukkan dalam latihan MMA sama besarnya dengan kegigihannya dalam mencari nafkah. Sosoknya dikenal guru dan teman di sekolah sebagai pribadi yang pantang menyerah dan memiliki semangat juang tinggi.

Salah satu orang yang mengenal betul perjuangan Roihan adalah Lailatul Nurul Khasanah, guru Bimbingan Konseling (BK) di SMAN 1 Mojosari. Ia melihat bagaimana Roihan berusaha keras untuk melanjutkan pendidikan meski terkendala biaya.

Saat tahu Roihan diterima di Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (PJKR) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), tetapi terkendala biaya, Lailatul tergerak untuk membantu. Bersama beberapa guru dan alumni, ia menginisiasi penggalangan dana untuk membantu biaya masuk kuliah Roihan.

“Saya berpikir, anak seperti ini sayang kalau tidak kuliah hanya karena ekonomi. Dia punya potensi besar, semangatnya luar biasa. Dia santun, humble, rendah hati. Jadi kami guru-guru dan beberapa alumni patungan supaya dia bisa daftar,” kata Nurul.

Seakan sudah digariskan Tuhan, cerita tentang guru-guru yang patungan demi siswanya ini sampai ke telinga pihak Unesa. Melihat latar belakang dan semangat juang Roihan, pihak kampus memutuskan untuk memberikan beasiswa penuh. Roihan dibebaskan dari Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) selama 8 semester.

“Saya kaget sekaligus bersyukur. Rasanya seperti mimpi. Saya janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Saya yakin, ini juga berkat ibu, keluarga, para guru yang tidak pernah lelah berdoa untuk kebaikan saya,” ucap Roihan.

Bagi Rida, kabar itu adalah anugerah besar. Ia tak henti mengucap syukur karena anaknya mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan tanpa terbebani biaya. “Saya sudah nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Pesan saya untuk Roihan, jaga sholat, belajar yang rajin, jangan pernah berhenti berbuat kebaikan, tetap rendah hati,” katanya sambil tersenyum haru. (red/budi)

Berita terkait