Perkawinan Anak Usia Sekolah Menurun, Lumajang Libatkan Semua Pihak
Spektroom - Perlindungan anak dan penanganan anak putus sekolah di Kabupaten Lumajang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan kolaborasi lintas pihak. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) bersama sekolah, desa, tokoh masyarakat, dan lembaga sosial bekerja sama untuk memastikan setiap anak memperoleh pendidikan dan terlindungi dari perkawinan dini.
Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Rehabilitasi Sosial, Darno, menegaskan, Dinsos P3A sangat berkomitmen mencegah perkawinan anak dan membantu anak putus sekolah kembali bersekolah.
“Semua kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang ingin kembali sekolah kami fasilitasi. Tapi yang terpenting adalah sinergi bersama semua pihak agar program ini berjalan efektif,” Kata Darno saat dikonfirmasi, Senin (22/9/2025).
Data terbaru menunjukkan, pada tahun ajaran 2023/2024 terdapat 1.739 anak putus sekolah di Lumajang, dengan 392 anak di jenjang SD dan 1.347 anak di jenjang SMP. Kecamatan Pasirian, Candipuro, dan Randuagung tercatat memiliki jumlah anak putus sekolah tertinggi. Untuk menekan angka ini, Dindikbud Lumajang menggandeng Pemkab, aparat desa, guru, dan komunitas masyarakat melalui Focus Group Discussion (FGD) Genangutus Sekolah, yang menyamakan persepsi serta memperkuat aksi nyata menangani putus sekolah.
Selain menangani pendidikan, kolaborasi ini juga menekankan pencegahan perkawinan anak. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, jumlah perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA) Lumajang: Tahun 2022: 856 perkara, Tahun 2023: 825 perkara, Tahun 2024: 682 perkara. Data ini menunjukkan adanya penurunan jumlah perkara dispensasi nikah dari tahun 2022 ke 2024, yang dapat mencerminkan efektivitas upaya-upaya yang dilakukan oleh PA Lumajang dalam menanggulangi pernikahan anak.
“Kesuksesan program ini bergantung pada kerja sama. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Dukungan masyarakat, guru, hingga desa sangat menentukan anak-anak bisa kembali ke bangku sekolah dan terhindar dari perkawinan dini,” ujar Darno.
Program ini juga menekankan pendekatan humanis. Anak-anak yang kembali bersekolah dibimbing secara personal, diberi pemenuhan kebutuhan dasar, dan mendapatkan pendampingan psikologis jika diperlukan. Hal ini sekaligus menguatkan fondasi sosial agar anak-anak merasa aman dan diterima kembali di lingkungan pendidikan. (*)