Potensi Besar yang Terabaikan, Lidah Buaya Pontianak Kembali Didorong ke Pasar Global
Spektroom - Tanaman lidah buaya yang dulu menjadi salah satu ikon pertanian Kota Pontianak sempat seperti kehilangan gaungnya. Pandemi Covid-19 membuat para petani di Kecamatan Pontianak Utara - sentra budidaya aloe vera - terpukul.
Banyak yang berhenti menanam, sebagian lagi bertahan hanya sekadar menjaga kebun agar tidak hilang seluruhnya. Namun kini, harapan itu perlahan hidup kembali.
Pemerintah Kota Pontianak mulai menghidupkan denyut sektor ini melalui sebuah program dengan jargon yang mudah diingat: Cinta Lidah Buaya Bersemi Kembali (CLBK).
Plt. Kepala Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Pontianak, M. Yamin menceritakan, bahwa dua tahun terakhir pemerintah menyiapkan langkah-langkah pemulihan.
“Tahun depan kami mencoba memberikan beberapa bantuan untuk kembali menghidupkan lidah buaya ini. Waktu pandemi, lidah buaya seperti mati suri. Padahal dulu kami bisa menghasilkan cukup banyak,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).
Menurut Yamin, jumlah petani aloe vera menurun drastis usai pandemi. Padahal, Pontianak memiliki potensi besar yang selama ini terkenal hingga nasional. Tanaman ini tumbuh subur di lahan setempat dan telah lama menjadi bahan baku berbagai produk makanan maupun kecantikan.
Saat ini, pasar lidah buaya Pontianak masih didominasi produk olahan seperti jus, dodol, dan aneka panganan. Namun pasar yang lebih menjanjikan sebenarnya ada pada industri kecantikan.
Yamin menyebut ada tiga jenis lidah buaya yang umum dibudidayakan, masing-masing dengan karakter berbeda untuk kebutuhan kuliner hingga kosmetik. “Ada jenis lainnya juga yang memang untuk dijadikan alat-alat kecantikan,” jelasnya.
Masalah terbesar yang membuat petani enggan membudidayakan kembali adalah harga pasar. Saat ini lidah buaya hanya dihargai Rp2.000 - Rp3.000 per kilogram.
Bagi petani, harga itu tidak sebanding dengan biaya produksi.
“Petani akan mau menanam kembali apabila harga pasar sesuai pembiayaan. Jangan sampai kami mengembangkan lagi, tetapi harganya tidak tinggi sehingga petani tidak merasakan manfaat ekonominya,” tegas Yamin.
Meski begitu, peluang masih terbuka lebar. Dari segi produksi, lidah buaya memiliki potensi hasil besar. Satu hektar lahan bisa menghasilkan lebih dari dua ton saat kondisi optimal.
Hanya saja, ukuran pelepah kini menurun dibanding sebelum pandemi. Untuk membuka jalan baru, Pemkot Pontianak mulai menjajaki peluang ekspor.
Sejumlah investor dari Taiwan dan India telah menunjukkan minat. Harapannya, investasi ini tidak hanya menghidupkan kembali budidaya, tetapi juga menjamin harga yang menguntungkan bagi petani.
Dengan gerakan CLBK, pemerintah berharap lidah buaya Pontianak kembali menemukan kejayaannya. Bukan hanya sebagai komoditas lokal, tetapi sebagai peluang ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat dan daerah.