Prevalensi Stunting NTT Masih Tinggi, Kabupaten TTS Dijadikan Tempat P3M
Spektroom - Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2024 tercatat 19,8%.
Angka ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya 21,5% pada tahun 2023 dan berhasil melampaui proyeksi Bappenas sebesar 20,1%.
Meskipun demikian, angka tersebut masih jauh dari target RPJMN 2019-2024 sebesar 14%.
Sementara target penurunan stunting pada 2025 adalah 18,8%, yang membutuhkan upaya lebih keras dan kolaborasi lebih erat, terutama di enam provinsi dengan jumlah balita stunting terbesar, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mencatat prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 37,0%.
Untuk itulah Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) menggelegar kegiatan Puncak Penguatan Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) , di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Selasa (28/10/2025).
Pranata Humas Ahli Madya Kemendukbangga/BKKBN , Ratna Juwita Razak, dalam laporannya menyampaikan pentingnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas untuk kemajuan bangsa, dengan fokus khusus pada percepatan penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem, terutama di Provinsi NTT.
"SDM yang unggul, berbudaya, dan menguasai IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) adalah aset terpenting untuk kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. SDM berkualitas akan mendorong daya saing, produktivitas, pengelolaan aset negara yang efisien, dan terciptanya masyarakat yang beretika dan berdaya saing" ujar Ratna dalam laporannya.
Salah satu tantangan serius dalam membangun SDM yang sehat dan berkualitas yaitu persoalan stunting, bahwa saat ini Provinsi NTT masih memiliki prevalensi stunting cukup tinggi yaitu 37%, dibandingkan rata-rata nasional serta Angka kemiskinan yang juga relatif masih tinggi di angka 19,48%.
Menurut Ratna, Stunting dianggap bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga menyangkut kualitas generasi penerus bangsa.
"Oleh karenanya penanganan masalah ini membutuhkan kerja sama semua pihak, pemerintah, swasta, lembaga masyarakat, dan seluruh lapisan masyarakat" ujarnya lagi.
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat sinergi sektor untuk mendukung program pemerintah, terutama percepatan penurunan stunting menuju target nasional 14% dan akhirnya 0%.
Diharapkan momentum ini juga menjadi ajang berbagi pengalaman, memperkuat komitmen, dan menumbuhkan kesadaran bersama dalam percepatan penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem.
Sementara ditempat yang sama Deputi Bidang Penggerakan dan Peran Serta Masyarakat Kemendukbangga/BKKBN - Sukaryo Teguh Santosa menegaskan empat program strategis Kemendukbangga / BKKBN yang harus dilaksanakan di Kabupaten)Kota diseluruh Indonesia
Program tersebut adalah program GENTING (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting), Program untuk mencegah stunting melalui gerakan orang tua asuh.
Selanjutnya program TAMASYA (Taman Asuh Sayang Anak), Program yang berfokus pada pengasuhan anak,
SIDAYA (Lansia Berdaya), Program untuk memberdayakan para lanjut usia serta program GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia), Gerakan untuk meningkatkan keteladanan ayah di Indonesia.
"Gerakan Orang tua asuh cegah stunting ini merupakan gerakan gotong royong dalam rangka mencegah Stunting, ini intinya adalah melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk bergotong-royong" jelasnya.
Diakui Sukaryo, Kemampuan negara untuk melaksanakan dan mencapai pembangunan dengan baik hanya 30%, sisanya harus dilakukan secara gotong royong bersama dari seluruh masyarakat.(@Ng).