Ratusan Peneliti dan Pemerhati Burung Berkumpul di IPB University, Tekankan Urgensi Konservasi Burung Liar di Indonesia

Ratusan Peneliti dan Pemerhati Burung Berkumpul di IPB University, Tekankan Urgensi Konservasi  Burung Liar di Indonesia
Konferensi Peneliti dan Pemerhati Burung di Indonesia (KPPBI) ke-7 di IPB University, Bogor

Spektroom - Lebih dari 150 peneliti dan pemerhati burung berkumpul di IPB University, Bogor, untuk mengikuti Konferensi Peneliti dan Pemerhati Burung di Indonesia (KPPBI)

Mengangkat tema “Harmonisasi antara Burung, Manusia, dan Lingkungan”, konferensi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara keanekaragaman hayati, pengelolaan manusia, dan pelestarian lingkungan.

Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Nareswoto Nugroho, menyatakan bahwa pertemuan berkala para ahli burung di Indonesia ini memiliki peran yang sangat vital.

“Konferensi ini adalah rumah intelektual dan pusat referensi bagi seluruh peneliti, pemerhati, pengamat, dan ahli burung dalam menjaga keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya burung dan dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi para peserta,” tutur Prof Nares dikutip dari IPB University, Rabu (13/8/2025)

Indonesia, dengan 1.835 spesies burung atau 16,7 persen dari total spesies global, menempati peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah spesies burung tertinggi di dunia. Dari jumlah tersebut, 542 spesies adalah endemik dan 276 spesies merupakan burung migran.

Namun, data Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI periode 2016–2025 menunjukkan bahwa 184 spesies burung di Indonesia masuk ke dalam daftar spesies terancam punah secara global berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Di antaranya adalah 22 spesies burung berstatus Kritis (Critically Endangered), 96 spesies Genting (Endangered), dan 66 spesies Rentan (Vulnerable).

Konferensi ini membahas beragam topik penting meliputi ekologi, manajemen dan konservasi burung di hutan, etno-ornitologi (budaya, penangkaran, perdagangan, ekowisata), taksonomi, genetika dan perilaku burung, pengetahuan dan teknologi terkini dalam penelitian burung.

Selain itu, dibahas pula topik lainnya seperti keberlanjutan burung migran (raptor, burung pantai, dan lainnya), serta keberadaan burung di wilayah perkotaan dan area yang didominasi manusia.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kemenhut, Prof Satyawan Pudyatmoko, menyoroti ancaman serius terhadap populasi burung, termasuk penurunan kualitas habitat, perubahan penggunaan lahan, perburuan dan perdagangan ilegal, dampak perubahan iklim, hingga zoonosis.

“Untuk mengatasi hal ini, Kemenhut telah merumuskan kebijakan konservasi burung yang meliputi penyusunan strategi dan rencana aksi, mendorong keterlibatan pihak swasta, sinergi pemerintah dan mitra, penguatan penegakan hukum, penguatan basis data nasional, pendekatan One Health, serta perluasan dan penguatan kawasan konservasi,” ujarnya saat memberikan sambutan.

KPPBI ke-7 yang berlangsung pada (8–10/8/ 2025) diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi praktis untuk memperkuat upaya konservasi burung di Indonesia dengan tetap memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta kelestarian lingkungan.

Gelaran ini merupakan kolaborasi dari berbagai universitas dan Perhimpunan Ornitholog Indonesia. Dukungan hadir dari berbagai pihak, yakni Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Burung Laut Indonesia, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Udayana Bali, Universitas Negeri Semarang, Yayasan Eksai, Rekam Nusantara, Rangkong Indonesia, Burung Indonesia, dan The Royal Society for the Protection of Birds (RSPB).

Berita terkait

Usai Berita Viral Aksi Bidan Berenang Sebrangi Sungai  Kementerian PU Bangun Jembatan Dan Jalan

Usai Berita Viral Aksi Bidan Berenang Sebrangi Sungai Kementerian PU Bangun Jembatan Dan Jalan

Spektroom -  Usai  berita viral di media sosial aksi bidan nekat seberangi sungai untuk menyambangi.pasien yg sakit Tubercolusis  dikarenakan  putusnya jembatan penghubung desa,  Kementerian Pekerjaan Umum (PU) segera membangun jalan sepanjang empat kilometer meter dan satu jembatan gantung di Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar). " Begitu

Nurana Diah Dhayanti