RRI Bandung Siarkan Drama Radio Sejarah, Hadirkan Suara Asli Proklamasi 1945

Spektroom – LPP RRI Bandung membuktikan bahwa di era modern dan digitalisasi, sejarah masih dapat dihidupkan melalui medium klasik.
Di tengah arus deras digitalisasi yang mengubah wajah media, LPP RRI Bandung menunjukkan bahwa teknologi modern tak harus memutus tali dengan sejarah.
Justru, sejarah dapat dihidupkan kembali dengan medium yang pernah berjaya di masanya: drama radio. Langkah ini bukan sekadar upaya kreatif, melainkan sebuah gerakan budaya untuk melawan lupa.
Menjelang peringatan Kemerdekaan RI ke-80 pada 17 Agustus 2025, RRI Bandung memproduksi drama radio berjudul “Menjemput Suara Merdeka, Suara yang Mengguncang Dunia”
Program drama radio kini memang jarang terdengar di telinga generasi muda. Namun, RRI Bandung dengan penuh keyakinan mengangkat kembali sebagai upaya membangkitkan semangat perjuangan sekaligus melawan lupa.
Drama ini dihadirkan menjelang peringatan Kemerdekaan RI ke-80, menjadi pengingat bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan yang penuh pengorbanan.

Kepala RRI Bandung, Sulaiman Yusuf, menjelaskan bahwa produksi drama radio ini melibatkan anak-anak muda kreatif, para pemain dari grup Theater GSSTF Universitas Padjajaran dengan narator Peri Sandi Huizche penyair dan pembaca puisi.
Artinya, sejarah tidak hanya diarsipkan, tetapi juga diturunkan dan dihidupkan kembali melalui tangan generasi penerus.
Yang membuat produksi ini istimewa adalah kehadiran suara asli penyiar Sakti Alamsyah, eks Hoso Kyoku.
Suara bersejarah ini merupakan siaran asli pada 17 Agustus 1945 pukul 19.00, yang saat itu dipancarkan oleh Radio Malabar hingga terdengar ke berbagai belahan dunia.

Kehadiran arsip suara ini bukan sekadar unsur dokumentasi, melainkan jembatan emosional yang menghubungkan generasi kini dengan momen monumental proklamasi.
“Yang istimewa dari drama radio ini adalah pada episode kedua kami menghadirkan rekaman suara asli penyiar Sakti Alamsyah saat momen proklamasi, yang dipancarteruskan ke seluruh dunia,” ujar Soleman, Jumat (8/8/2025).
Soleman menyebutkan, Drama radio ini juga mendapat dukungan dari Putra Sakti Alamsyah yakni Perdana Alamsyah yang berterima kasih dengan produksi drama radio mengenang sejarah.
" Alhamdulillah. Dengan rasa syukur dan terima kasih sebesarnya, dan turut mendoakan semoga ikhtiar bapak berserta teman- teman RRI Bandung lancar dan sukses. Aamiin ya rabbal alamiin " Tambah Soleman yang menirukan ungkapan Pitra Sakti Alamsyah.
Lebih lanjut Kepsta RRI Bandung menjelaskan pada episode ke 7 akan diputarkan kesaksian pelaku sejarah.
" O ya, pada episode 7, nanti kita juga akan putarkan kesaksian dari saksi sejarah Imron Rosadi yang pada 17 Agustus 1945, mendengarkan siaran Proklamasi dari Baghdad Irak." Tambahnya.
RRI Bandung, akan menyiarkan drama Menjemput Suara Merdeka yang diproduksi sebanyak 10 episode mulai 5 Agustus 2025 pukul 20.00 di Program satu, dua dan Empat.
" Kami akan siarkan perepisode mulai 5 Agustus jam 8 malam di pro 1 akan disiarkan lengkap (10 episode) di pro1, 2 dan 4 RRI Bandung pada tanggal 17 Agustus 2025 " Pungkasnya.
Mantan anggota Dewan Pengawas LPP RRI, Frederik Ndolu, menilai produksi ini sangat istimewa bahwa drama radio bukan sekadar hiburan, tetapi sarana menjaga warisan intangible RRI.
“Keren tuh drama radionya, lebih real, faktual, dan aktual. Ini bagian dari mengawal sejarah dan kekayaan intangible RRI yang tak tergantikan di era jungkir balik ini,” paparnya.
Dukungan juga disampaikan anggota Dewan Pers, Niken Widiastuti, yang juga mantan Sekjen Kominfo dan mantan Dirut LPP RRI.
Niken menilai dokudrama ini “toop” karena mampu menghadirkan suara asli pelaku sejarah.
“Toop RRI Bandung, dokudrama yang menghadirkan suara asli pelaku sejarah,” tegas Niken.
Pujian ini menggambarkan bahwa karya RRI Bandung memiliki kekuatan autentik yang jarang ditemui di era konten serba instan.
Dalam konteks budaya, drama radio ini adalah penanda bahwa melawan lupa tidak selalu dilakukan lewat buku atau film layar lebar.
Medium audio, dengan imajinasi pendengarnya, justru bisa menjadi ruang yang lebih intim untuk merasakan denyut sejarah.
Di saat gempuran informasi digital membuat kita sering melupakan akar perjuangan, RRI Bandung membuktikan bahwa suara—meski tanpa gambar—masih mampu mengguncang dunia.
RRI Bandung bukan hanya memproduksi drama, tetapi juga menyalakan kembali obor ingatan kolektif bangsa.
Sebuah langkah kecil, namun berdampak besar, untuk memastikan sejarah tetap hidup di hati pendengar. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang ingat, dan ingatan itu kini mengudara kembali dari Bandung, menembus batas ruang dan waktu.
RRI Bandung berharap karya ini dapat menjadi sarana edukasi sejarah yang efektif, sekaligus mengajak generasi muda untuk mengenang perjuangan para pahlawan melalui cara yang kreatif dan autentik.( Eno).