Siapa Menabur Angin, Harus Siap Menuai Badai

Siapa Menabur Angin, Harus Siap Menuai Badai

SPEKTROOM.ID - Hukum sebab-akibat yang terjadi di tengah masyarakat berjalan secara alami, sehingga muncul pepatah, “Siapa menabur angin, ia akan menuai badai”.

Pepatah ini disampaikan Novi, seorang pengguna bahan bakar yang dikelola oleh perusahaan negara. Ia membagikan pengalamannya kepada Spektroom.

“Pengalaman saya ketika mempercayakan perusahaan negara untuk mengelola dan memanaj bahan bakar kendaraan bermotor, tentu memilih bahan bakar dengan oktan rendah atau RON tinggi agar mesin tidak bekerja terlalu berat dan pembakarannya lebih sempurna. Namun kenyataannya tidak sesuai dengan yang dipromosikan atau diklaim berdasarkan kualifikasi yang ada. Sekarang Pertamina menuai badai, karena banyak pelanggan beralih ke bahan bakar dari perusahaan lain,” ungkapnya.

Sambil ngabuburit menunggu waktu berbuka puasa, Novi melanjutkan ceritanya. Beberapa bulan lalu, ia pernah diingatkan oleh tetangganya setelah mendengar suara ngelitik dari mesin mobilnya saat tarikan pertama.

Suara tersebut menjadi isyarat bahwa ada masalah pada bahan bakar yang digunakannya.

Saat itu, ia belum menanggapi serius, namun setelah beberapa kali mengalami gangguan di perjalanan, mesin tiba-tiba kehilangan tenaga dan harus berhenti sejenak—barulah ia mulai menyadari ada masalah.

“Saya pernah mengalami mesin mobil mati di jalan tol. Dalam kondisi lalu lintas ramai, saya terpaksa berhenti perlahan di bahu jalan. Setelah beberapa saat, saya mencoba menyalakan mesin kembali. Mobil bisa berjalan, tapi tarikan terasa berat. Saya teringat anjuran tetangga untuk menggunakan bahan bakar beroktan lebih tinggi agar mesin tidak ngelitik. Saya mulai curiga, jangan-jangan masalah mesin ini karena bahan bakar yang kualitasnya kurang baik,” jelas Novi.

Sejak viral kabar tentang dugaan Jaksa Agung bahwa terjadi manipulasi campuran dalam bahan bakar produksi Pertamina—yang dicampur zat adiktif tertentu agar tampak memiliki spesifikasi lebih baik—Novi semakin yakin bahwa masalah mobilnya berasal dari bahan bakar beroktan rendah. Ia pun beralih menggunakan bahan bakar produksi swasta.

“Awalnya saya pikir karena mobil saya mobil Eropa, jadi standar bahan bakarnya harus oktan tinggi. Saya tetap memilih produk Pertamina karena harganya sedikit lebih murah dibanding produk swasta meskipun spesifikasinya sama. Tapi sejak terbongkar kasus manipulasi oleh oknum Pertamina, saya sangat kecewa. Sebagai bentuk kekecewaan, saya langsung pindah ke bahan bakar dari perusahaan swasta. Secara kasat mata, saya melihat banyak konsumen Pertamina kini beralih. Inilah yang saya maksud: hukum alam berlaku, siapa menabur angin, ia akan menuai badai. Jangan salahkan konsumen,” pungkasnya dengan nada emosional.

Berita terkait