Sidang Perdana Pemerasan oleh Oknum Wartawan di PN Malang: Dakwaan Diperluas, Kuasa Hukum Protes

Sidang Perdana Pemerasan oleh Oknum Wartawan di PN Malang: Dakwaan Diperluas, Kuasa Hukum Protes
Kedua terdakwa dalam sidang Di PN Malang

Spektroom – Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang menggelar sidang perdana kasus dugaan pemerasan dan penipuan yang menyeret dua oknum wartawan dan aktivis LSM, Y. Lukman Adi Winoto (YLA) dan Fuad Dwi Yono (FDY), terhadap salah satu pengelola Pondok Pesantren Hadhramaut di Kota Batu. Sidang digelar pada Rabu, 23 Juli 2025 pukul 10.00 WIB, bertempat di ruang sidang Garuda, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batu.

Perkara ini berawal dari dugaan pemerasan yang terjadi pada Rabu, 12 Februari 2025 di Niki Kopitiam Café & Resto, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Kedua terdakwa disebut meminta uang sebesar Rp150 juta kepada korban, M. Fahrudin Ghozali, untuk "menyelesaikan" kasus dugaan pencabulan yang menimpa salah seorang santriwati.

Dalam dakwaannya, tim JPU yang dipimpin oleh Hidayah, S.H., M.Kn., dari Kejaksaan Negeri Batu, menjerat para terdakwa dengan sejumlah pasal, yaitu:

Primair: Pasal 368 ayat (2) KUHP (pemerasan),

Subsidair: Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (penipuan),

Lebih Subsidair: Pasal 372 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (penggelapan),

Tambahan: Pasal 45B jo. Pasal 29 UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dengan UU No. 1 Tahun 2024 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sidang dipimpin oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Muhammad Hambali, S.H. (Hakim Ketua), Slamet Budiono, S.H., M.H., dan Rudy Wibowo, S.H., M.H. (Hakim Anggota), serta Tri Hanadini Sulistyowati, S.H., M.H. sebagai Panitera Pengganti.

Kuasa Hukum Soroti Perubahan Pasal dan Akar Perkara

Kuasa hukum terdakwa Kayat Hariyanto Spd. SH. MH

Penasehat hukum terdakwa, Kayat Hariyanto, S.Pd., S.H., M.H., dalam keterangannya kepada media menyampaikan sejumlah kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani kliennya. Menurutnya, sejak awal penangkapan hingga pelimpahan ke kejaksaan, terjadi penambahan pasal tanpa penjelasan dasar hukum yang kuat.

“Awalnya hanya dikenakan Pasal 368 tentang pemerasan. Namun saat naik ke tahap penuntutan, jaksa menambahkan pasal penipuan, penggelapan, dan UU ITE. Ini membuat proses hukum menjadi bias dan membingungkan,” ujar Kayat.

Ia juga mengeluhkan kesulitan mengakses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk keperluan pembelaan. “Sejak awal kami kesulitan mendapatkan BAP. Proses ini menyulitkan kami membela hak-hak klien. Kami akan coba akses lewat E-Court,” tambahnya.

Selain itu, Kayat juga menyoal ketidaksesuaian tanggal dalam dakwaan. “Jaksa menyebut kejadian pada 18 Februari 2025, padahal faktanya terjadi sejak 12 Februari. Ini bukan sekadar salah ketik, melainkan menyangkut akurasi dakwaan,” tegasnya.

Soroti Dugaan Kasus Utama yang Terabaikan

Menurut Kayat, perkara ini seharusnya tidak dipisahkan dari latar belakang utamanya, yaitu dugaan pencabulan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren tersebut. Ia menyebut bahwa YLA dan FDY hanya menyuarakan kasus tersebut melalui pemberitaan dan advokasi, bukan pelaku pemerasan.

“Jangan lupakan bahwa perkara ini bermula dari dugaan pelecehan seksual terhadap santriwati. Justru karena kasus itu viral, muncul tudingan pemerasan terhadap YLA dan FDY, yang sejak awal tidak punya hubungan langsung dengan korban maupun pelaku,” ujarnya.

Kayat menilai dakwaan JPU menggiring opini seolah YLA adalah otak pemerasan dan FDY sebagai pelaksana. “Narasi ini akan kami bantah dalam eksepsi nanti. Ini bagian dari upaya sistematis untuk menghilangkan fokus dari kasus pencabulan,” tegasnya.

Pihaknya juga telah melaporkan balik keluarga pelaku pencabulan ke Polres Batu atas dugaan penipuan, upaya menurunkan berita dari media, dan tindakan menghalangi proses penyidikan. “Ada indikasi pelanggaran terhadap UU Pers dan obstruction of justice. Bila aparat serius, seharusnya pelaku utama pencabulan juga diproses secara tuntas,” pungkasnya.

Sidang Dilanjutkan Pekan Depan

Majelis Hakim memutuskan untuk menunda persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada Senin, 28 Juli 2025, dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak Penasehat Hukum terdakwa.(Eno)