Turunkan BI Rate, Antara Kebijakan dan Dilema
Spektroom - Ketidak pastian pasar keuangan global kembali meningkat, ditengah terjadinya Temporary Oregon Goverment Shutdown atau Penutupan Sementara Pemerintahan Oregon dan arah suku bunga Kebijakan Moneter Amerika Serikat.
Disamping juga pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat masih melambat akibat berlanjutnya dampak tarif dagang Amerika Serikat dan sempat terhentinya aktivitas pemerintahan yang terlama sepanjang sejarah dan kemudian berdampak pada tetap lemahnya ketenaga kerjaan Amerika Serikat.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada Jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan sepanjang tahun 2025, Rabu, (19/11/2025) mengatakan pelambatan ekonomi juga terjadi di Jepang, Tiongkok dan India akibat permintaan domestik yang belum kuat.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 diperkirakan tetap sekitar 3,1% lebih rendah dari realisasi pada tahun 2024.
Dari pasar keuangan ketidakpastian kembali meningkat, di pengaruhi oleh penurunan suku bunga Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat yang dinilai pasar lebih berhati-hati atau istilahnya Les Dovis.
Kebijakan tarif yang menahan penurunan inflasi Amerika Serikat, serta kondisi pasar tenaga kerja yang belum kuat akibat kebijakan imigrasi dan berhentinya aktivitas Pemerintahan di Amerika Serikat, diperkirakan mendorong defend, menahan penurunan suku bunga Fed Fundry di sisa tahun 2025. Sementara, aliran modal ke Emerging Market lebih terbatas ke Pasar Saham.
Mengenai arah kebijakan suku bunga, dari hasil rapat Dewan Gubernur, ke depan Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI dan lebih lanjut dengan perkiraan dasarnya.
Pertama perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Yang kedua, dasarnya adalah perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih lanjut.
Oleh karenanya, mengenai arah penurunan suku bunga acuan ke depan, diakui Perry Warjiyo, memang ada ruang penurunan suku bunga acuan BI Rate lebih lanjut.
Dengan dua pertimbangan tadi, perkiraan inflasi 2025-2026 yang perkiraan Bank Indonesia akan tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Dan kedua, Bank Indonesia memandang bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini masih di bawah kapasitas nasional.
Senada dengan Perry Warjiyo, Deputi Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menyatakan jika dilihat transmisinya di pasar, rupiah sudah tercermin dimana untuk transaksi overnight, sudah turun 202 basis point atau 2,02 persen yaitu dari 6,02 menjadi 4 persen, itu untuk pasar uang overnight.
Sedangkan Untuk SBN dalam 10 tahun terakhir turun dari 6,98 menjadi 6,13 atau turun sekitar 85 basis point, tapi tantangan-nya adalah untuk di sektor perbankan dimana dalam periode yang sama untuk kredit baru turun 20 basis point dan untuk DPK 23 basis point, sementara kita sudah turun 125 basis point.
Selanjutnya terkait dengan nilai tukar, kondisi ketidakpastian global yang meningka, menyebabkan indeks dolar (DXY) atau nilai tukar rupiah terhadap dollar kecenderungan terus naik.
Demikian juga dengan yield atau imbal hasil dari US Treasury bond masih tinggi, sehingga tentunya ini mendorong terjadinya risk off di pasar emerging market termasuk di Indonesia, dan ini juga mengakibatkan inflow yang masuk di emerging market itu juga terbatas.
Lalu apa kata pengamat? Adalah Pengamat Pasar Modal Indonesia Reydi Octa mengatakan kebijakan moneter yang longgar akan memberikan sentimen positif terhadap saham-saham sektor perbankan, properti, serta konsumer dan ritel.
Karena biaya pinjaman akan lebih murah, mendorong permintaan kredit dan konsumsi/ belanja masyarakat meningkat yang akan meningkatkan kinerja emiten ke depan.
Reydi mengatakan kebijakan moneter yang longgar memberikan sentimen yang cenderung positif ke pasar saham Indonesia
Menurutnya, pelaku pasar menilai Bank Indonesia (BI) optimistis terhadap stabilitas inflasi dan berkeinginan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Investor melihat ini sebagai sinyal dovish, BI dinilai optimis terhadap stabilitas inflasi dan ingin mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penerapan tren suku bunga rendah.
Ya.... demikianlah, sebuah dilema untuk menurunkan suku bunga Kebijakan Bank Indonesia yang harus dilakukan.(@Ng).