80 Tahun Indonesia Merdeka, Sampai hari ini Mesin Ketik Masih Digunakan

Spektroom - Dibalik gemuruh dan heroiknya perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ada satu alat sederhana yang memegang peran penting dalam membentuk dan menyebarkan narasi kemerdekaan di seantero dunia kala itu adalah sosok alat yg diberi nama "Mesin Ketik"
"Alat ini menjadi saksi bisu dari perumusan naskah-naskah penting, penyusunan surat kabar perjuangan, hingga dokumen resmi yang menggerakkan roda pemerintahan Indonesia di awal kemerdekaannya Bangsa ini."
Mesin ketik, atau typewriter, pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke-19 oleh Christopher Latham Sholes berkebangsaan Amerika.
Di Indonesia, alat ini mulai dikenal luas pada era kolonial Belanda dan kemudian semakin populer di kalangan kaum pergerakan Nasional menjelang kemerdekaan. Dalam suasana keterbatasan sumber daya dan tekanan penjajahan, mesin ketik menjadi alat vital untuk mendokumentasikan pikiran, manifesto politik, hingga instruksi-instruksi rahasia.
Salah satu momen paling bersejarah yang melibatkan mesin ketik dalam sejarah perjuangan adalah ketika "Sayuti Melik" mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Mesin ketik yang digunakan saat itu merupakan milik kantor berita Domei
(kini Antara). Mesin sederhana tersebut menjadi saksi lahirnya negara baru yang merdeka setelah ratusan tahun dijajah.
Pasca-kemerdekaan, mesin ketik menjadi simbol administrasi dan kekuasaan. Hampir semua kantor pemerintahan, redaksi media, hingga sekolah dan instansi swasta bergantung pada mesin ketik manual maupun elektrik. Suara dentingan tuts dan derak roda pita tinta menjadi ciri khas kantor-kantor birokrasi dan dunia jurnalistik era 1950-an hingga 1980-an.
Namun seiring perkembangan teknologi, mesin ketik perlahan mulai tergilas. Awal 1990-an, komputer mulai menggantikan peran mesin ketik secara perlahan namun pasti. Komputer menawarkan kemudahan koreksi teks, penyimpanan digital, serta efisiensi kerja yang tidak bisa diberikan oleh mesin ketik konvensional. Dunia pun beralih ke era digital dan mesin ketik pun mulai ditinggalkan.
Meski demikian, warisan mesin ketik tidak benar-benar hilang. Sebagian orang masih menyimpannya sebagai benda koleksi bernilai sejarah. Beberapa jurnalis senior mengaku rindu pada "kedekatan fisik" yang ditawarkan mesin ketik sebuah pengalaman menulis yang lebih personal dan tak tergantikan oleh layar monitor.
Rasa rindu itu di ungkapkan pula oleh Rosadi Jamani Ketua Penulis SATU PENA Kalimantan Barat. Ia menuturkan keunikan mesin ketik dimana setiap orang yang akan melamar kerja di bagian Admin harus memiliki surat tamat dari kursus mengetik 10 jari jika tidak maka tidak akan diterima.
Hari ini, mesin ketik menjadi simbol romantisme masa lalu, ikon perjuangan literasi dan komunikasi, serta pengingat akan bagaimana informasi pernah disusun dengan teliti dan penuh keterbatasan. Di museum-museum sejarah maupun ruang redaksi tua yang masih dipertahankan, mesin ketik berdiri anggun sebagai saksi era analog yang pernah mengubah dunia.
Kilas balik mesin ketik bukan sekadar nostalgia, melainkan pengingat bahwa setiap kemajuan teknologi selalu dibangun di atas fondasi masa lalu. Mesin ketik telah selesai dengan tugas sejarahnya, namun jejaknya tetap abadi dalam perjalanan bangsa.
Ditengah modernisasi ruang kerja yang didominasi komputer dan printer, masih ada satu sudut tempat kerja yang masih memamfaatkan tradisi mesin ketik. Barangkali sudah ada yang lupa dengan Mesin Ketik. Ku coba untuk menguaknya dari sebuah kantor dimana kerap menjadi tempat persinggahan liputan yaitu kantor Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Pelabuhan Pontianak.
Samiyono adalah sosok petugas staf admin yg setia dengan Mesin Ketik kesayangannya. Bukannya sudah ada Komputer mengapa masih menggunakan mesin ketik di era sekarang ini?
“Mesin ketik ini mudah saya gunakan untuk mengisi blanko Surat Perintah Kerja (SPK),” ujar Samiyono sambil tersenyum. “Format blankonya tidak fleksibel kalau pakai printer. Mesin ketik justru lebih presisi untuk mengisi kolom-kolom isian dan tidak banyak perintah seperti Komputer maklum aku sudah tua jadi gaptek," ujarnya.
Bagaimana dengan teman teman lain apa pekerjaan admin juga menggunakan mesin ketik?
“Oh tidak," kata Samiyono. "Cuma saya saja yang pakai. Di kantor ini, tinggal satu-satunya mesin ketik yang masih aktif. Yang lain sudah pakai komputer semua. Tapi ya itu tadi, untuk urusan SPK ini, mesin ketik tetap paling cocok.” ujarnya.
Mengisahkan kendala mesin kesayangannya itu, “Kadang kalau pita tintanya habis, agak susah nyari gantinya. Tapi saya sudah hafal triknya. Kurang lebih 30 tahun saya gunakan dan merawat Mesin ketik ini, saya rasa mesin ketik belum akan pensiun.” Sampai saya pensiun nanti.
Di era serba digital, kisah Samiyono dan mesin ketiknya menjadi oase nostalgia yang membuktikan: tidak semua yang lama harus ditinggalkan.
Ditulis oleh : Apolonius Welly.
Literatur : Wikipedia.