Dari Cangkir ke Lahan: Semangat Generasi Muda Dorong Kopi dan Coklat Lokal Kalteng

Spektroom - Beberapa tahun terakhir ini, di setiap area perumahan kota, aroma kopi kini jadi bagian dari ritme hidup anak muda. Dari meja-meja kafe hingga pojok kampus, budaya ngopi bukan sekadar gaya, tapi ruang perjumpaan ide, obrolan, dan cita rasa lokal. Di balik tren itu, Kalimantan Tengah nampaknya menyimpan potensi besar: menjadi rumah bagi kopi dan coklat lokal yang siap bersaing dengan produk impor.

Rawing Rambang, Sekretaris Eksekutif GAPKI Cabang Kalteng, melihat geliat itu dengan optimisme. Ia menyebut, kopi Kalteng memiliki peluang besar jika potensi lahannya dikelola dengan serius.
“Sekarang kafe ada di mana-mana. Kalau kita bisa produksi sendiri, harga bisa lebih murah, dan pedagang tak perlu lagi bergantung pada pasokan luar. Ini peluang ekonomi yang nyata,” ujarnya saat ditemui usai diskusi ekonomi perkebunan, Selasa (14/10/2025).
Rawing mencontohkan, daerah-daerah di sekitar pegunungan Kalteng memiliki tanah subur dan iklim ideal untuk budidaya kopi. Sementara di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, kakao tumbuh dengan baik di lahan seluas sekitar 2.000 hektare — potensi emas yang jarang disorot.
“Kakao dari Barito punya cita rasa khas. Kalau dikelola dengan baik, bisa jadi coklat lokal unggulan yang siap ekspor,” tambahnya, mantap.

Di sisi lain, semangat generasi muda untuk mengangkat produk lokal semakin terasa. Dita (25), barista di salah satu kafe di Palangka Raya, mengaku makin banyak pelanggan yang mencari kopi lokal.
“Sekarang tren-nya beda. Banyak anak muda yang bangga ngopi pakai biji lokal. Mereka nanya asalnya dari mana, petaninya siapa. Itu keren sih,” ujarnya sambil tersenyum, tangan tetap lincah meracik latte art.

Arfan (22), mahasiswa Universitas Palangka Raya yang aktif di komunitas pecinta kopi, melihat kopi dan coklat bukan sekadar komoditas, tapi bagian dari identitas daerah.
“Kita ini tanah yang kaya. Kalau pemerintah, petani, dan pelaku usaha bisa jalan bareng, kopi dan coklat Kalteng bisa jadi ikon ekonomi hijau kita,” ujarnya bersemangat.
Dari obrolan di kafe hingga diskusi kampus, generasi muda Kalteng mulai menumbuhkan kebanggaan baru: mencintai rasa lokal. Bukan sekadar menikmati kopi dan coklat, tapi memahami asal-usulnya — dari kebun, tangan petani, hingga cangkir di hadapan mereka.
Kalimantan Tengah mungkin baru memulai langkahnya, tapi aromanya sudah tercium kuat: hangat, pekat, dan penuh harapan.
(Polin/Testi)
Editor : Biantoro