Dialog terbuka di Aru. Gubernur Tegaskan: Maluku Bangkit Jika Damai Terjaga
Spektroom,- Aula lantai II BPKAD Kepulauan Aru, Jumat (19/9/2025), menjadi saksi pertemuan penuh makna. Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, duduk berdampingan dengan Bupati Kepulauan Aru, Timotius Kaidel, dalam sebuah dialog terbuka bertema “Menjaga Kerukunan, Keamanan dan Ketertiban untuk Aru yang Damai”. Hadir pula Forkopimda, ASN, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), OKP, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan para pemuda yang menjadi denyut nadi daerah kepulauan ini.
Di hadapan para tokoh daerah, Gubernur menekankan bahwa kunjungannya ke Aru di bulan ke-7 masa jabatannya bukanlah kebetulan. Aru, baginya, adalah miniatur Maluku dengan segala tantangan dan potensinya.
“Saya memilih datang ke Aru karena daerah ini sama seperti kabupaten dan kota lainnya di Maluku, membutuhkan perhatian khusus. Kita harus jaga kerukunan dan keamanan, karena tanpa itu, tidak ada pembangunan yang bisa berjalan,” tegasnya.
Ia mengingatkan, harmoni sosial adalah syarat utama bagi tumbuhnya kepercayaan, baik antarwarga maupun kepada pemerintah. Konflik antar kampung, misalnya, jika dibiarkan tanpa penyelesaian hukum yang tuntas, akan menjadi bara kecil yang bisa menghancurkan masa depan bersama.
“Hukum harus ditegakkan. Jangan sampai pelanggar hukum dibiarkan bebas berkeliaran, sementara masyarakat kehilangan rasa keadilan. Itu berbahaya bagi ketertiban sosial kita,” tegasnya.
Namun, dialog ini tidak berhenti pada isu kerukunan. Gubernur secara lugas mengajak semuanya untuk menyelami persoalan mendasar yang selama ini membelenggu Maluku. Ia menyebut tiga hal utama, kemiskinan, pengangguran, dan minimnya infrastruktur.
“Daerah sekaya Maluku tidak pantas dicap miskin,” ujarnya, mengingatkan bahwa jika bukan karena pemekaran empat provinsi baru di Papua, Maluku masih akan menempati peringkat ke-4 provinsi termiskin di Indonesia. Padahal, sejarah membuktikan bangsa-bangsa Eropa rela mengorbankan jiwa untuk mendapatkan rempah dari tanah Maluku. “Kekayaan itu masih ada, tapi kalau kita kelola dengan salah, ia bisa habis, terutama sektor tambang dan sumber daya yang tidak terbarukan,” tambahnya.
Gubernur juga menyoroti pengangguran terbuka yang masih tinggi. Setiap tahun ribuan lulusan SMA hingga perguruan tinggi dihasilkan, namun lapangan kerja yang tersedia sangat terbatas.
“Syukur ada yang memilih jadi wirausaha, UMKM, atau kerja serabutan. Tapi apakah pantas seorang sarjana atau lulusan S2 harus jadi tukang ojek hanya karena tidak ada lapangan kerja?. Ini pertanyaan yang harus kita jawab bersama,” katanya dengan nada prihatin.
Persoalan berikutnya adalah infrastruktur. Ia mencontohkan petani di Seram dan Buru yang harus menempuh perjalanan dua hari untuk menjual hasil bumi ke pasar.
“Sesampainya di pasar, sebagian hasil sudah busuk, dan harga jual tidak sebanding dengan keringat mereka. Infrastruktur adalah kunci konektivitas dan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Selain dialog, Gubernur meluangkan waktu untuk meninjau aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Perikanan Dobo dan menandatangani prasasti Gedung Gereja Santa Maria deh Fatima, menegaskan kembali bahwa pembangunan fisik dan sosial harus berjalan seiring demi Maluku yang damai dan maju.(Yan.L/ editor Pelis)