Dikecam Fraksi PKB, Wakil Bupati Jember Djoko Susanto Bikin Video Klarifikasi

Spektroom - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Jember mengecam absennya Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, yang tidak hadir dalam 11 kali rapat paripurna. Juru bicara Fraksi PKB, Nurhuda Candra Hidayat, menyampaikan bahwa dari total 13 kali paripurna, Wabup Jember hanya hadir dua kali. Ketidakhadiran tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap lembaga DPRD Jember.
"Terkesan menyepelekan pembahasan hajat hidup rakyat Jember," tegas Nurhuda saat menyampaikan pandangan akhir fraksi atas Raperda PAPBD 2025 dalam paripurna yang digelar pada Kamis (07/08/2025).
Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Jember menyampaikan jawaban dalam bentuk video klarifikasi, Jumat (08/08/2025). Dalam video klarifikasi yang berdurasi sekitar 5 menit, Wabup Jember Djoko Susanto menjelaskan kronologi ketidak hadiran dirinya dalam rapat resmi DPRD Kabupaten Jember.
“Seyogyanya Fraksi PKB menanyakan terlebih dahulu kepada Ketua Dewan apakah saya diundang atau tidak,” ujarnya. Djoko memastikan selama ini dirinya tidak pernah diundang dalam agenda resmi DPRD Kabupaten Jember. “Saya pastikan, bisa terkonfirmasi minimal kepada ajudan saya, bahwa selama ini saya tidak pernah diundang pada acara dimaksud,” ujarnya.
Wabup Jember itu justru membalikkan argumen, dengan membuat logika perbandingan, atas ketidak hadirannya dengan DPRD Kabupaten Jember yang tidak mengundangnya. “Apakah ketidak hadiran saya karena tidak diundang sudah dinilai merendahkan dewan, bagaimana dengan dewan yang tidak mengundang saya,” ujarnya.

Penilaian FPKB DPRD Kabupaten Jember menurut Djoko merupakan penilaian yang tergesa-gesa dan tidak adil. “Marilah kita jangan tergesa-gesa menjustifikasi seseorang tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu,” katanya. Penilaian DPRD Kabupaten Jember terhadap dirinya, menurut Djoko telah diambil dari pembicaraan informal. “DPRD sebagai lembaga formal, seharusnya bekerja secara formal, dengan mengedepankan azas azas formal, begitu pula dalam mengambil keputusan, seharusnya dilakukan dengan mekanisme formal,” jelasnya.
Komunikasi juga semestinya dilakukan melalui surat surat resmi, tidak dilakukan dengan cara informal. “Apalagi sekedar omongan jagongan sudah dibuat keputusan,” ujarnya. Lalu, Djoko mengingat pernyataannya yang dianggap salah diterjemahkan oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Jember. “Konteks obrolan diruang transit waktu itu, konteksnya rapat Paripurna tidak segera dimulai, sesuai dengan jadwal, masih menunggu kehadiran Bupati Jember (Muhammad Fawait) yang tidak kunjung datang,” jelasnya.
Saat itu, Djoko bertanya mekanisme pelaksanan Rapat Paripurna, apakah harus menunggu semua hadir, atau yang penting representasinya sudah hadir. “Dalam konteks representasi kepala daerah, saya memberikan contoh, kalau Kapolres diundang tidak bisa hadir, kehadiran Wakapolres sudah mencerminkan representasi, itu gambaran yang saya sampaikan Waktu itu,” ujarnya. Karena, menurut Djoko Bupati dan Wakil Bupati itu adalah satu lembaga. Sehingga dalam penyebutan Kepala Daerah, berarti Bupati dan Wakil Bupati, meskipun menyebut Bupati tidak serta merta menyebut Wakil Bupati. “Saya tidak bicara, saya jangan diundang. Saya tidak bicara seperti itu. Kira kira obrolan diruang transit waktu itu, seperti itulah,” ujarnya.
Meski selama ini dirinya tidak pernah diundang dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Jember, Djoko mengaku tidak pernah protes, meski banyak dari koleganya yang mendorongnya untuk melakukan protes. “Tetapi untuk kebaikan bersama, saya mencoba diam,” katanya. Namun, karena sudah mencuat diberbagai media, yang menyudutkan dirinya, maka Djoko mencoba membuat klarifikasi, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. “Supaya tidak ada penilaian yang salah, terhadap apa yang sedang terjadi,” tegasnya. (Budi S)