Ideologi dI Balik Tuntutan 17+8

Ideologi dI Balik Tuntutan 17+8
Asrul M Mustaqim (Dosen Pasca Sarjana IISIP Jakarta)

Spektroom - Sejatinya suatu pesan didasari oleh motif komunikasi yang berlandaskan pada nilai ideologi tertentu. Tampaknya tuntutan 17+8 tidak memiliki ideologi kebangsaan yang diharapkan untuk diwujudkan. Setidaknya, tuntutan itu tidak cukup jelas mengarahkan tindakan untuk mencapainya. Ideologi memang bisa sebatas nilai semata, atau arah tujuan bersama sekaligus.

Efisiensi anggaran belanja negara, bisa jadi salah satu yang diharapkan bisa terwujud, dimana caranya adalah dengan mengetatkan belanja pejabat. Ini kalau dibiarkan boros, bisa digunakan untuk yang aneh-aneh seperti flexing hedonisme ke rakyat yang lagi susah secara ekonomi karena pajak tinggi dan ancaman PHK yang menghantui.

Untuk memaksa efisiensi anggaran itu, rakyat mesti diperkenankan untuk berdemo, dan dijamin haknya tanpa takut tindakan represif polisi, apalagi campur tangan tentara. Karenanya kepada mereka dituntut tindakan yang wajar dan terukur untuk mengawal demonstrasi, bukan menakutkan dan membatasi ketat. Tentara diminta untuk menghindari campur tangan dalam urusan sipil, bahkan diminta segera kembali ke barak.

Lapangan kerja tentu jadi tuntutan yang dikira mampu membuat rakyat sejahtera secara ekonomi, yang diikuti dengan pengelolaan birokrasi pemerintah yang benar demi menghindari korupsi yang kini tampak merajalela. Birokrasi yang ruwet, dan tidak transparan jelas-jelas mengakibatkan rakyat makin sengsara karena beban biaya dalam urusan administrasi publik. Beban biaya semacam ini, yang antara lain membuat ekonomi berbiaya tinggi dan tidak terjangkau lagi oleh rakyat.

Uraian di atas mungkin terlalu menyederhanakan, tapi begitulah sifat formulasi tujuan ideal yang dibayangkan bisa menjadi arah gerak bersama untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat yang dijamin oleh negara. Peran negara dalam mengarusutamakan "nasional state”, kiranya merupakan salah satu bentuk ideologi, yakni: nasionalisme. Ideologi ini tak mungkin cuma menjadi kata-kata kosong dalam retorika politik yang disangka bisa meredam kehendak rakyat paling dasar.

Keberpihakan kepada negara bangsa dalam ideologi nasionalisme ini memang terkesan seperti slogan AS yang bertekad jadi American Great Again di bawah Trump. Indonesia dibawah Prabowo, sebagai Presiden RI, pun bertekad membangun Indonesia Raya sebagai negara besar. Untuk mencapai ini perlu dibangun negara yang birokrasinya efisien, sehingga biaya demokrasi bisa digunakan untuk pembangunan fisik dan mental rakyatnya, bukan segelintir kelompok elit yang korup dan cuma bisa pamer.

Interaksi elit dan rakyat harus terjalin bebas dan transparan meskipun cara ungkapnya terpaksa dengan demonstrasi. Komunikasi yang menjamin demokrasi ini tak boleh diintimidasi sehingga menakutkan, dan apalagi diintervensi oleh militer yang menyelinap pada dominasi sipil. Kesetaraan partisipan komunikasi politik dalam koridor demokrasi akan makin bisa dicapai oleh sumberdaya rakyat yang makin baik karena sejahtera secara ekonomi sebagai akibat dari jaminan pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja yang cukup dan bermutu baik

Ayo membangun negara Indonesia yang maju karena birokrasinya efisien dan terawasi baik oleh rakyat demi rakyat yang makin sejahtera ekonomi karena ada pekerjaan, pendidikan dan kesehatan bermutu, serta aman secara sosial politik karena aparat penegak hukumnya kredibel dan berorientasi kepada kepentingan negara, bukan kepentingan segelintir orang atau sekelompok elit.

Formulasikan ideologi nasionalisme secara baik, tidak tergesa-gesa, dan mendorong kolaborasi aktif-positif semua anak bangsa. Rakyat akan bekerja secara militan, ketika Pemerintah menyiapkan sumberdaya yang secara nyata mampu diserap oleh peluang kerja yang terbuka lebar dan ada jaminan aksesibilitas yang adil untuk semua, tanpa dibayangkan rasa takut dan was-was.

Penulis Asrul M Mustaqim (Dosen Pasca Sarjana IISIP Jakarta)