Jelang Dies Natalis, Universitas Jember Tambah Enam Guru Besar Baru
“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Tentu saja termasuk guru besar,”
Spektroom - Universitas Jember (UNEJ) mendapatkan tambahan enam guru besar baru menjelang dies natalis-nya yang ke 61 tanggal 10 November 2025. Tambahan enam guru besar baru ini disambut gembira oleh Rektor Universitas Jember.
Dalam sambutan pengukuhannya, Rektor Iwan Taruna berharap para guru besar akan memperkuat peran dan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Para guru besar adalah penjaga akademik, mercu suar ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus penjaga marwah perguruan tinggi. Sebab di tengah dunia yang berubah dengan cepat, perguruaan tinggi tidak hanya dituntut melahirkan sarjana namun juga tetap menjaga moral bangsa.
“Alhamdulillah, menjelang usianya yang ke 61, UNEJ menambah jumlah guru besar menjadi 97 profesor aktif. Di tahun ini saja UNEJ sudah mengukuhkan sembilan besar profesor. Insyaallah sebelum tahun 2028, jumlah guru besar di UNEJ akan melebihi tiga digit,” ungkap Iwan Taruna, dilansir dari laman unej.ac.id , Selasa (21/10/2025).

Mereka adalah Prof. Dr. Akhmad Taufik, S.S., M.Pd. Guru besar bidang Sastra dan Pembelajarannya, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP. Prof. Ir. Kacung Hariyono, M.S., Ph.D. Guru besar bidang Pelestarian Genetik Tanaman, Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian. Prof. Dr. Elok Sri Utami, M.Si. Guru besar bidang Keuangan Korporasi, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Selanjutnya adalah Prof. Dr. Zainuri, M.Si. Guru besar bidang Ilmu Ekonomi Kelembagaan, Program Studi Ekonomi Pembangunan FEB. Prof. Dr. Ir. Herlina, M.P., IPM. Guru besar bidang Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Perkebunan, Program Srtudi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP). Dan terakhir Prof. Dr. Edy Supriyanto, S.Si., M.Si. Guru besar bidang Ilmu Fisika Sel Surya, Program Studi Fisika FMIPA.

Tampil sebagai penyaji orasi ilmiah pertama adalah Prof. Akhmad Taufiq, yang mengajak hadirin untuk membaca dan memahami teks sastra secara intensif. Melalui orasi ilmiah berjudul “Sastra, Narasi Identitas, Dan Imajinasi Politik Kebangsaan: Rekonstruksi Teks Sastra Dalam Agenda Politik Multikultural Indonesia”, guru besar asal Lamongan ini menyatakan karya sastra tidak lah netral.
Kesempatan kedua Prof. Kacung Hariyono dengan orasi ilmiah berjudul “Pentingnya Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Untuk Kehidupan Manusia”. Prof. Kacung Hariyono mengungkapkan pentingnya menjaga dan melestarikan plasma nutfah untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan biodiversitas yang tinggi.
Giliran berikutnya diberikan kepada dua guru besar asal FEB, diawali oleh Prof. Elok Sri Utami. Melalui orasi ilmiah berjudul “Transformasi Keuangan Berkelanjutan: Jalan Baru Menuju Bisnis Tangguh dan Bertanggungjawab”. Prof. Elok menekankan perubahan paradigma bisnis yang semula hanya mencari profit jangka pendek, berubah menjadi tujuan keberlanjutan untuk bertahan dalam jangka panjang, dan memberi nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan.
Profesor dari FEB kedua, Prof. Zainuri mengkritisi teori klasik ekonomi yang menurutnya terlalu menyederhanakan perilaku manusia berupa angka-angka, dan bersandar pada rasionalitas dibawah payung asumsi kesempurnaan informasi. Akibatnya tidak selalu berhasil menjelaskan kompleksitas realitas ekonomi yang ada. Oleh karena itu pria asli Jember ini mencoba menawarkan kerangka ekonomi kelembagaan berbasis nilai Islam berdasarkan hasil penelitian dan eksplorasinya.

Sementara guru besar FTP, Prof. Herlina mengupas potensi bawang putih lokal sebagai black garlic, suplemen kesehatan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Melalui orasi ilmiah berjudul “Potensi Bawang Hitam (Black Garlic) Dari Bawang Putih Lokal Sebagai Pangan Fungsional dan Aplikasi Untuk Produk Pangan Olahan”. Prof. Herlina memaparkan risetnya mengenai kelebihan bawang putih lokal terutama varietas Lanang. Bawang putih vaietas Lanang punya kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada bawang putih impor.
Kesempatan terakhir diperoleh Prof. Edy Supriyanto yang menyoroti pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber energi. Di era pemanfaatan energi terbaharukan ini, Indonesia seharusnya memanfaatkan keberlimpahan sinar surya. Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah kita punya cahaya, melainkan bagaimana kita memanfaatkan secara bijak dan berkelanjutan.
Di akhir upacara, Ketua Senat UNEJ menyampaikan pesan kepada guru besar yang baru dilantik, pesan yang bersumber dari novel Bumi Manusia karya sastrawan besar Pramudya Ananta Toer. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Tentu saja termasuk guru besar,” pesan Andang Subaharianto. (Yul)