Melalui Pengawasan Ketat MBG Jateng Bisa Jadi Percontohan Nasional

Spektroom — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Badan Gizi Nasional (BGN) menggelar rapat koordinasi untuk memperkuat sinergi program Makan Bergizi Gratis (MBG) sekaligus mempercepat pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah.
Kegiatan yang berlangsung di GOR Jatidiri, Senin (6/10) itu dihadiri sekitar 4.000 peserta, terdiri atas mitra SPPG, ahli gizi, bupati dan wali kota se-Jawa Tengah, serta unsur pemerintah provinsi.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan, aspek keamanan pangan dalam program MBG tidak boleh diabaikan. Ia meminta seluruh dapur penyedia MBG memperketat proses pengolahan, kebersihan, dan pengawasan bahan makanan agar tidak terjadi lagi kasus keracunan seperti yang sempat terjadi sebelumnya.
"Seluruh kepala daerah memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan pelaksanaan MBG berjalan aman, higienis, dan berkelanjutan." tegas Lutfi
“Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG harus terbuka untuk dicek, minimal bupatinya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” ujarnya.
Saat ini, Jawa Tengah telah memiliki 1.596 SPPG yang aktif beroperasi dan ditargetkan terus bertambah hingga akhir tahun. Menurut Luthfi, pengawasan harus dilakukan menyeluruh, mulai dari dapur, distribusi makanan, hingga pengelolaan limbah.
“SPPG tidak boleh eksklusif. Harus siap diperiksa kapan pun. Jika ada kasus, harus ada quick response agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat,” tegasnya.
Luthfi juga meminta Dinas Kesehatan memperketat verifikasi lapangan dan memastikan setiap dapur memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Ini bukan sekadar formalitas. Harus ada inspeksi nyata di lapangan. Kalau perlu buat posko 24 jam untuk pengawasan distribusi MBG,” katanya
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa program MBG memiliki efek berganda (multiplier effect) yang signifikan, tidak hanya menyehatkan anak-anak, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi daerah.
“Program ini multi-efek. Bisa menumbuhkan ekonomi lokal karena bahan bakunya berasal dari kelompok tani, BUMDes, dan UMKM daerah,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) RI, Dadan Hindayana, menyampaikan bahwa secara nasional telah terbentuk lebih dari 10.000 SPPG di 38 provinsi, dengan Jawa Tengah menjadi salah satu daerah berprestasi tinggi.
“Jawa Tengah sudah jauh di depan, dengan 1.596 SPPG atau sekitar 50 persen dari standar nasional,” ungkap Dadan.
Ia juga menyoroti besarnya dampak ekonomi dari program MBG di Jawa Tengah.
“Nilai investasi BGN yang turun ke Jawa Tengah mencapai sekitar Rp 32 triliun per tahun, bahkan lebih besar dari APBD provinsinya. Ini menjadi dorongan luar biasa bagi industri pangan lokal, mulai dari pemasok bahan, produsen food tray, hingga penghasil susu,” jelasnya.
Menurut Dadan, BGN akan memperketat standar operasional dengan inspeksi rutin dan verifikasi dapur. Seluruh pengelola SPPG diminta menyiapkan alat rapid test pangan, menggunakan air bersertifikat, dan menyediakan rekaman CCTV dapur untuk pengawasan pusat.
“Setiap SPPG harus mampu menjamin makanan yang sehat, bergizi, seimbang, dan aman dikonsumsi. Itu inti dari program ini,” ujarnya.
Ke depan, BGN bersama lintas kementerian seperti Kemenkes, BPOM, KLHK, dan Kemendagri akan terus memperkuat pengawasan terpadu.
“Kalau semua disiplin, program MBG ini bukan hanya menyehatkan anak-anak, tapi juga memperkuat kedaulatan pangan dan ekonomi daerah,” tutup Dadan.(Biantoro