Pedagang Warteg di Jakarta Menjadi Dilema Terhadap Aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Pedagang Warteg di Jakarta Menjadi Dilema Terhadap Aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Ilustrasi pedagang warteg di Jakarta ( foto: ind.go.id)

Spektroom - Pedagang Warteg di Jakarta minta  Pemprov tinjau dampak aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Permintaan  tersebut di katakan Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) , Mukroni di Jakarta belum lama ini.

Menurutnya  dengan adanya aturan tersebut berimbas  pada menurunnya daya beli.Secara kondisi demikian  akan terjadi perlambatan ekonomi. Posisi warteg menjadi dilema.

Mukroni, menyampaikan bahwa hingga pertengahan 2025, sebanyak 25 ribu warteg di wilayah Jabodetabek telah tutup. Jumlah ini mewakili sekitar 50 persen dari total 50.000 warteg yang sebelumnya beroperasi di seputaran Jakarta.

Ia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk lebih memperhatikan nasib pedagang warung tegal (warteg) yang semakin terhimpit akibat kondisi ekonomi dan rencana regulasi baru.  PHK terjadi di mana-mana, pabrik-pabrik berguguran," ujar Mukroni, Sabtu,
(2/8/2025)

" Banyak pedagang warteg mengalami kerugian berturut-turut dan pada akhirnya memilih menutup usahanya. Pedagang warteg dilema, akhirnya memilih tutup," kata Mukroni.

Kowantara juga menyoroti potensi dampak dari Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terhadap kelangsungan warteg.  Bahwa pasal 14 dalam Raperda tersebut melarang aktivitas merokok di restoran dan rumah makan

Menurutnya, aturan ini justru bisa semakin memperburuk situasi warteg yang selama ini menjadi tempat makan bagi masyarakat kelas pekerja yang sebagian besar adalah perokok. Aturan ini juga akan sulit ditegakkan di lapangan, cenderung justru memberikan kesempatan munculnya oknum-oknum di lapangan, yang lagi-lagi akan semakin memberatkan pedagang warteg
.

Berita terkait