Pemprov Maluku dan Jakarta Kolaborasi di Festival Literasi dan Iklim
Festival Literasi dan Iklim

Spektroom - Di tengah rindangnya pepohonan Taman Literasi Martha Tiahahu, Jakarta Selatan, Minggu (21/9/2025), gema suara Maluku terdengar lantang. Gubernur Maluku Hendrik, Lewerissa tampil sebagai tokoh penting dalam Climate and Literacy Festival 2025 yang digagas Yayasan Heka Leka dan Program INOVASI, berkolaborasi dengan pemerintah Australia dan Indonesia.
Festival yang juga dihadiri Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno itu menjadi ruang perjumpaan pemimpin provinsi yang berbeda, Jakarta sebagai kota kosmopolitan dengan segala kelimpahan fasilitas, dan Maluku sebagai provinsi kepulauan dengan tantangan geografis, distribusi, serta keterbatasan literasi.
Dalam dialog dengan nada tegas namun penuh kejujuran, Gubernur Lewerissa menggambarkan wajah literasi di Maluku. “Kalau di Jakarta ada Kepulauan Seribu, Maluku memiliki 1.422 pulau, dengan laut 92,4 persen. Potensi besar, tapi pemerataan pembangunan, khususnya pendidikan dan literasi, masih menjadi tantangan nyata,” ucapnya.
Ia menyebut sejumlah masalah mendasar, keterbatasan jumlah perpustakaan, tenaga pustakawan yang belum memadai, serta sarana prasarana minim. Tak jarang, ruang perpustakaan sekolah beralih fungsi menjadi gudang atau ruang belajar tambahan. “Minat baca pun menurun, anak-anak lebih akrab dengan gawai dibanding buku,” tambahnya.
Masalah makin rumit dengan keterbatasan jaringan internet di banyak pulau, membuat akses perpustakaan digital nyaris mustahil. Distribusi buku ke pulau-pulau kecil pun sangat mahal, ditambah risiko cuaca ekstrem.
Namun, Gubernur menolak menyerah pada keadaan. “Pertanyaan besar adalah apa solusinya? Tidak ada cara lain bagi pemerintah untuk melibatkan berbagai peran, privat sektor, NGO, akademisi, dan masyarakat. Pemerintah juga harus punya keputusan politik untuk mengalokasikan APBD bagi pembangunan literasi,” tegasnya.
Lewerissa kemudian menyinggung paradoks Maluku, provinsi dengan kekayaan alam melimpah, namun masih tergolong salah satu daerah termiskin di Indonesia.
“Apakah kami harus miris? Tidak. Justru ini tantangan. Kami mampu mengidentifikasi masalah, lalu bergerak bersama. Saya bersama 11 bupati/wali kota di Maluku punya visi yang disatukan, bekerja dalam semangat kolaborasi dan sinergi, berpacu membawa daerah ini ke arah yang lebih baik,”ungkapnya.
Ia menegaskan, literasi bukan sekadar soal membaca, tetapi jalan untuk mengangkat harkat hidup masyarakat kepulauan.
“Kalau SMA/SMK/SLB di Maluku belum punya perpustakaan, harus diadakan. Dan keluarga-keluarga pun harus mendorong anak-anak untuk belajar di rumah,”pesannya.
Tak hanya itu, Gubernur Maluku juga mengajak Pemprov DKI berbagi fasilitas. “Kami harus belajar dari Jakarta, bukan hanya pengetahuan dan pengalaman, kalau bisa juga fasilitas,” katanya.
Bagi Gubernur Maluku, kehadiran di festival ini bukan sekadar seremoni. “Kami di Maluku menyambut dengan sukacita. Semoga acara ini tidak hanya simbolik, tetapi memberi makna mendalam dan inspirasi nyata. Literasi adalah jalan menuju masa depan yang lebih terang, bagi Maluku dan bagi Indonesia,” pungkasnya.
Jakarta Menyambut Kolaborasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menegaskan bahwa Jakarta terbuka untuk kolaborasi lintas daerah.
“Jakarta adalah pusat interaksi nasional. Dengan taman literasi seperti ini, kami ingin menunjukkan keterbukaan dan kosmopolitanisme kota ini. Hari ini, kita berkolaborasi dengan Maluku, dan ke depan dengan daerah lain,” ujarnya.
Ia menilai kolaborasi bukan sekadar berbagi buku, tetapi juga berbagi pengalaman, gagasan, dan mimpi.
“Gubernur Maluku tadi memberikan tiga buku tentang Banda dan Saparua. Itu jj aqkolaborasi sudah berjalan. Bahkan beliau mengundang saya ke Qm tuhBanda. Saya belum pernah ke sana, mudah-mudahan bisa,”ucapnya.
Bagi Rano Karno, literasi bermakna lebih dari sekadar membaca. “Literasi adalah membaca, menulis, memahami, lalu bergerak. Dengan literasi, seseorang bisa memberi arah pada hidupnya dan memberi kontribusi bagi masyarakat,” tegasnya.
Festival literasi ini meneguhkan satu hal, literasi bukan lagi sekadar kegiatan membaca buku, melainkan gerakan sosial yang melibatkan banyak pihak. Kehadiran dua pemimpin daerah, Maluku dan Jakarta menjadi simbol pentingnya jembatan kolaborasi, antara pusat dan daerah, kota besar dan kepulauan, maju dan tertinggal.
Dalam forum itu, juga dilakukan penyerahan 32 buku tentang perubahan iklim dari berbagai lembaga mitra: DFAT kepada Gubernur Maluku, BSKAP/Kemendikdasmen ke Wakil Gubernur DKI Jakarta, PusBuk ke YLAI.