Putra Nababan : "Aspirasi Masyarakat Tidak Disuarakan oleh Media Milik Pemerintah"

Spektroom - Besaran Pagu Anggaran yang diterima Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) tidak memenuhi kebutuhan dalam pemenuhan Tugas dan Fungsi Pokok LPP RRI, Pada tahun 2026 karena, hanya memperoleh pagu senilai Rp. 997, 700 Milyar.
Keterbatasan dana tersebut, dalam pengelolaan SDM dan Umum, mengalami hambatan, seperti misalnya menghambat risert dan advokasi, tanpa anggaran pengelolan arsip digital yang aman, beresiko akan kehilangan dokumen.
Hal itu dikatakan Direktur Utama LPP RRI - I.Hendrasmo pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi 7 DPR RI, awal bulan September 2025, di Ruang Rapat komisi VII Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.
RDP yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Daulay, juga menghadirkan LPP TVRI dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara serta Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Hendrasmo juga menjelaskan, pagu anggaran LPP RRI sebesar Rp.997, 700 Milyar tersebut, jika dibandingkan dengan kebutuhan riil LPP RRI Program dukungan menejemen sebesar 97,97% sementara untuk program Penyiaran Publik hanya 2,03%.
"Dengan melihat perbandingan tersebut, kemampuan kami melakukan fungsi pelayanan publik dan pada saat yang sama kebutuhan operasional dan pengembangan LPP RRI semakin meningkat, seiring dengan perkembangan teknologi media dan tuntutan publik." Ujar Hendrasmo.
Namun demikian patut disyukuri pada APBN Perubahan tahun Anggaran 2026, LPP RRI mendapat suntikan dana tambahan.
"Kami bersyukur tahun ini kami dapat tambahan anggaran sebesar Rp. 217.7 Milyar dari pagu indikatif awal, tambahan ini diberikan untuk belanja operasional dan sangat membantu menjalankan tupoksi RRI" rincinya.
Meskipun demikian kucuran dana tambahan tersebut sangat tidak relevan jika dibandingkan dengan Tahun anggaran 2025, sebesar Rp 1.070.311.831.000 dan pada tahun 2026 turun menjadi Rp. 997.705.955.000 terjadi penurunan sekitar Rp. 72, 6 M.
Sementara ditempat yang sama Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P Putra Nababa menegaskan Pemberitaan peristiwa unjuk rasa yang terjadi beberapa waktu lalu, munculnya justru bukan di media RRI, TVRI dan LKBN Antara.
"Aspirasi masyarakat yang itu justru tidak disuarakan dari media milik pemerintah, suara masyarakat justru dikelola dan disampaikan oleh media mereka sendiri." tegasnya.
Padahal, terus dia, media-media pemerintah dibiayai APBN, dari pajak, selayaknya memberitakan suara rakyat, bukan hanya sekedar memberitakan pernyataan pemerintah atau DPR tapi juga memberitakan keresahan dan kesulitan yang dialami masyarakat.
Mantan Jurnalis Televisi ini juga mengatakan di platform media sosial sosial milik 3 Lembaga tersebut (TVRI, RRI dan LKBN Antara) aspirasi masyarakat itu, nyaris tidak ada, kalaupun ada, hanya LKBN Antara
"Mahasiswa ngritik DPR atau Pemerintah masih masuk ANTARA, tapi nggak mungkin masuk TVRI dan RRI, tidak usah takut ditegur Pemerintah, jika konteks atau bingkai, karena jurnalisme itu adalah tentang itu, bukan hanya sekedar informasi yang dilepas."
Kalau masyarakat biasa, asosiasi, mahasiswa, paguyuban dan yang lain diberikan ruang oleh lembaga-lembaga pemberitaan yang dibayar oleh pajak, dari masyarakat, Putra Nababan menilai sumbatanya tidak akan sebanyak ini.(@Ng).