Reformasi UU No. 2 Tahun 2002 Sebagai Keniscayaan

Opini Prof. Dr. La Ode Husen, SH., M.Hum. Direktur PPS UMI dan Mantan Komisioner KOMPOLNAS RI - Disampaikan M. Yahya Patta

Reformasi  UU No. 2 Tahun 2002 Sebagai Keniscayaan
Prof. Dr. H. La Ode Husen, S.H., M.Hum. Direktur Program Pasca Sarjana PPS UMI Makassar dan Mantan Komisioner KOMPOLNAS RI

Spektroom - Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) telah menjadi landasan hukum bagi institusi kepolisian selama lebih dari dua dekade. Namun, seiring perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat, urgensi untuk mereformasi UU ini semakin menguat dan menjadi sebuah keniscayaan.

Alasan Utama Reformasi UU Polri

Ada beberapa alasan mendasar mengapa reformasi UU No. 2 Tahun 2002 menjadi suatu keharusan:

* Tuntutan Akuntabilitas dan Pengawasan: Meskipun secara internal Polri memiliki mekanisme pengawasan, pengawasan eksternal yang kuat masih sangat dibutuhkan. Tuntutan masyarakat untuk transparansi dan akuntabilitas kinerja Polri semakin tinggi, terutama terkait kasus-kasus sensitif.

* Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM): Dalam praktiknya, masih terjadi pelanggaran HAM yang melibatkan oknum polisi. Reformasi UU harus memperkuat perlindungan HAM, memastikan prosedur penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM internasional.

* Penguatan Profesionalisme: Lingkup tugas Polri yang sangat luas seringkali menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga lain. Reformasi UU harus memperjelas tugas dan fungsi, serta mendorong profesionalisme anggota Polri melalui pendidikan, pelatihan, dan sistem karier yang lebih meritokratis.

* Adaptasi dengan Tantangan Modern: Kejahatan terus berkembang, termasuk kejahatan siber, terorisme, dan kejahatan transnasional. UU Polri yang ada perlu diperbarui agar lebih responsif terhadap jenis-jenis kejahatan baru ini, dengan memperkuat kapasitas intelijen dan investigasi yang modern.

Arah dan Ruang Lingkup Reformasi

Reformasi UU Polri sebaiknya tidak hanya bersifat tambal sulam, melainkan harus menyentuh isu-isu pokok, seperti:

* Pemisahan Fungsi: Perlu dipertimbangkan pemisahan fungsi kepolisian, misalnya membedakan fungsi penegakan hukum (polisi kriminal) dengan fungsi pelayanan masyarakat (polisi lalu lintas, sabhara). Hal ini akan meningkatkan fokus dan spesialisasi.

* Mekanisme Pengawasan Independen: Pembentukan komisi pengawas eksternal yang independen dan berwenang kuat, seperti yang ada di beberapa negara, bisa menjadi solusi untuk meningkatkan pengawasan. Komisi ini harus memiliki kewenangan untuk menerima aduan, melakukan investigasi, dan memberikan rekomendasi sanksi.

* Pendekatan Keadilan Restoratif: UU baru harus lebih mendorong pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) untuk kasus-kasus ringan, di mana penyelesaian masalah mengutamakan mediasi dan pemulihan, bukan semata-mata pemidanaan.

* Kesejahteraan dan Sistem Karier: Peningkatan kesejahteraan dan perbaikan sistem karier yang berbasis kinerja dan bukan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) sangat penting untuk memotivasi anggota Polri agar bekerja secara profesional dan tidak tergiur melakukan pelanggaran.

Tantangan dan Harapan

Mewujudkan reformasi UU Polri bukanlah hal yang mudah. Ada tantangan besar terkait resistensi internal, kepentingan politik, dan dinamika sosial. Namun, dengan adanya kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan dukungan dari masyarakat sipil, perubahan ini bisa terwujud.

Reformasi UU No. 2 Tahun 2002 bukan hanya tentang memperbaiki institusi Polri, tetapi juga tentang memperkuat demokrasi, menegakkan supremasi hukum, dan membangun kepercayaan publik. Ini adalah langkah yang tak terelakkan untuk memastikan bahwa Polri dapat bertransformasi menjadi lembaga yang modern, profesional, dan dicintai oleh rakyatnya.

Berita terkait

Soft Launching QRIS Tap Tandai Kesiapan Perbankan Kalimantan Selatan dalam Inovasi Pembayaran Digital

Soft Launching QRIS Tap Tandai Kesiapan Perbankan Kalimantan Selatan dalam Inovasi Pembayaran Digital

Junaidi, Agung Yunianto Spektroom – Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan melakukan soft launching layanan pembayaran terbaru, QRIS Tap, yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Fadjar Majardi, bersama Pimpinan Perbankan di Kalimantan Selatan. Peluncuran ini dilaksanakan bertepatan dengan kegiatan Bankers Day 2025, yang merupakan ajang kebersamaan antara Bank

Junaidi