SEKALI DI UDARA, TETAP DI UDARA

Spektroom- Judul tulisan ini adalah semboyan dari RRI, yang pada hari ini memperingati HARI RADIO. Alat komunikasi radio yang menggunakan gelombang frekuensi untuk pengantar pesan, masih paling efektif dan efisien dalam hal produksi dan penyiaran pesan dengan jangkauan luas sampai skala nasional seperti RRI.
Ditambah dengan kemampuan membangun imajinasi memanfaatkan aneka lambang bunyi – suara, musik, efek – membuat radio tak bisa ditinggal untuk edukasi, informasi, dan hiburan. Bahkan kemajuan teknologi digital, juga dimanfaatkan radio untuk mengembangkan platform multi media sehingga bisa dibagikan lewat internet.
PERISTIWA di akhir Agustus 2025 silam, mesti jadi bahan pelajaran. Fitur siaran langsung dari aplikasi TikTok terima dimatikan oleh produsennya, tanpa intervensi negara – begitu kata Menkomdigi.dalam hal ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, itu bisa menekan broadcasting pesan yang memicu kerusuhan jadi meluas dan tak terkendali. Kedua, dilain pihak, karena TikTok sudah jadi platform multi guna, para pengusaha UMKM, jadi kehilangan media promosi ampuh dalam bisnis ya yang nilai rupiahnya bisa mencapai milyaran bahkan triliun.
Radio yang paling ampuh melakukan reportase langsung dari tempat peristiwa justru tampak tak mampu mengisi peluang yang kosong di sini. Meskipun sama dengan potensi kesatuan platform TikTok dalam siaran langsung tadi, tapi radio seperti RRI seyogianya bisa mengambil POV ( point of view) yang berbeda.
Berlandaskan pada semangat kejuangan, yang pernah dimiliki RRI di era revolusi kemerdekaan, perspektif “memadamkan api” mesti diambil oleh radio publik ini. Selain itu, posisi menjadi “penunjuk jalan” juga bisa jadi pilihan buat para pendengarnya yang mungkin sedang terjebak di tengah kerusuhan. Masyarakat yang ingin menghindari konflik dan kerusuhan mungkin jumlahnya lebih besar daripada mereka yang jelas terlibat di konflik itu.
Nah, buat warga yang netral ataupun bersikap negatif pada konflik berujung rusuh, perlu penerangan bagaimana melindungi diri sambil selamat dari kepungan huru-hara sosial. Peran RRI di kondisi ini jadi sangat dibutuhkan oleh warga. Tentu saja peran ini perlu dimainkan dengan memanfaatkan gadget/ hp yang terus dalam genggaman pendengar.
Tantangan utama dalam kemampuan berperan di kondisi konflik adalah sumberdaya manusia. Para jurnalis harus memiliki perspektif ideologi yang sama: PANCASILA. Unsur mengutamakan persatuan Indonesia, tak boleh ditukar dengan ideologi anarkisme, dimana terdapat paham bahwa negara menjadi penghalang bagi mereka yang mau bertindak bebas. Sudah barang tentu sebagai jurnalis / penyiar RRI mesti melakukan cover both sides dalam pemberirataan, antara lain menyebutkan tuntutan pihak pendemo kepada sasaran demonstrasinya, baik itu parlemen ataupun pemerintah.
Jurnalis, yang jadi penyiar sekaligus di RRI, harus menghayati benar bahwa konflik itu bisa diresolusi secara damai melalui komunikasi yang setara dan saling menghargai. Dinamika dalam menjaga kesatuan adalah konflik, tapi itu di dalamnya sudah tersedia mekanisme resolusi konflik agar bisa diselesaikan dengan cara yang baik.
Buat para redaktur siaran RRI, perlu punya kemampuan manajemen organisasi penempatan penyiar/jurnalis RRI, dalam kegiatan penipuan reportase langsung. Jurnalis muda yang berpendidikan dan kompeten sebagai wartawan masih perlu disupervisi dalam hal mengambil posisi angel yang tepat di sini. Ajang liputan reportase langsung pada konflik besar semacam yang terjadi di penghujung bulan Agustus lalu, mestinya jadi ajang promosi reputasi RRIsebagai radio milik bangsa.
Kita punya harapan besar pada RRI, bukanlah harapan kosong – karena RRI sudah dibiayai oleh negara melalui APBN.
Ruang kosong itu, yang dibahas di atas tidak bisa diambil oleh para angkasawan di Radio karena pemahaman mereka yang kurang terhadap kelebihan radio itu sendiri.
Disisi lain, jurnalis di radio minder dengan terobosan yang dilakukan media2 baru lainnya, sehingga mereka frustasi. Konsekuensi dari itu semua,peran dan fungsi radio tidak dapat maksimal. Radio ditinggalkan pendengarnya. Khususnya Para angkasawan RRI paling bertanggungjawab terhadap kemunduran ini. Semoga hari ini menjadi momentum untuk melakukan introspeksi karena jika tidak maka tidak lagi pantas RRI menggunakan slogannya... Sekali di udara tetap di udara. Selamat Ulang Tahun RRI ku.
Penulis : Asrul M.Mustaqim dan Omar Abidin (IISIP Jakarta)