Sunyi yang Menyimpan Nama-Nama di Balik Tanah Cibeunying

Sunyi yang Menyimpan Nama-Nama di Balik Tanah Cibeunying
Gubernur Jateng Akhmad Lutfi memberikan keterangan pers ditengah tengah peninjauannya di lokasi longsor Majenang Minggu (16/11/2025). Foto : Dok.Basarnas Cilacap).

Feature: Sunyi yang Menyimpan Nama-Nama di Balik Tanah Cibeunying

Spektroom — Senja yang basah turun perlahan di Desa Cibeunying, Minggu (16/11/2025). Di tengah bau tanah yang bercampur lumpur, para petugas SAR menghentikan langkahnya. Pukul 17.00, operasi pencarian hari keempat harus dihentikan karena langit kembali menghitam. Semua orang tahu, hujan di lokasi ini bukan sekadar rintik—ia bisa menjadi ancaman berikutnya.

Di tenda komando, suasana berubah menjadi ruang refleksi. Malam bukan sekadar jeda, tetapi waktu untuk membaca tanda-tanda: bagaimana medan bergerak, dimana harapan ditemukan, dan bagaimana besok harus dimulai kembali. Evaluasi malam ini bukan hanya tentang strategi, tetapi tentang menjaga napas asa yang masih tersisa.

Empat Titik yang Menyimpan Harapan dan Ketakutan

Hari ini, tim SAR memusatkan pencarian pada empat titik. Di titik-titik inilah, menurut pemetaan terbaru, para korban kemungkinan besar berada. Namun setiap titik juga menyimpan risiko, mengingat tanah masih labil dan adanya rekahan tanah di puncak Mahkota bukit.

Meski demikian, dua nama berhasil ditemukan siang tadi.
Pukul 12.03, Kusrinah (47) ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Dua jam kemudian, tepat pukul 14.53, Dian Rahma Dani menyusul menambah daftar korban yang berhasil diangkat menjadi 13 orang.

“Besok kami akan meneruskan penyisiran di empat titik itu. Masih ada 10 korban yang harus kami temukan,” tutur Gatot Arief Widodo dari Pusdalops Basarnas Cilacap.
Suaranya tenang, tapi mata para petugas menceritakan kelelahan yang tak bisa disembunyikan.

Ketegangan di Atas Bukit: Ancaman yang Masih Menggantung

Siang tadi, Gubernur Jawa Tengah bersama Wakil Menteri Sosial meninjau lokasi. Mereka melihat langsung patahan besar di puncak mahkota bukit—rekahan tanah yang menganga seolah hendak mengirimkan pesan: bahaya belum selesai. Gubernur Ahmad Luthfi menegaskan pentingnya menjauhkan warga dari zona merah.

Momen hari, Gubernur Jawa tengah Akhmad Lutfi dipeluk keluarga korban ditengah kunjungannya di Majenang. (Foto : Dok.Humas Pemprov)

“Bupati Cilacap sudah menyiapkan 3,5 hektare lahan di Desa Jenang untuk hunian sementara dan hunian tetap. Rekahan di atas bukit sangat berpotensi memicu longsor susulan, jadi warga harus digeser dulu,” tegasnya.

Di balik kalimat itu, ada kenyataan lain: relokasi bukan hanya memindahkan rumah, tapi juga memindahkan kehidupan.

Di Ruang Perawatan, Luka yang Tak Terlihat Juga Menganga

Sementara itu, Wakil Menteri Sosial Agus Yogo Priono mengunjungi korban selamat di RSUD Majenang. Di ruang perawatan, suara hujan di luar jendela bercampur dengan suara alat medis. Beberapa korban masih syok; sebagian lain menatap kosong, seakan benaknya tertinggal di rumah yang sudah tidak ada.

“Kemensos akan memberikan santunan Rp15 juta untuk korban meninggal dan Rp5 juta untuk korban luka,” jelas Agus Yogo.
Selain santunan, logistik, dapur umum, dan sembako terus disalurkan. Bantuan mungkin tak bisa menghapus trauma, tetapi setidaknya menjaga orang-orang ini tetap bertahan.

Cibeunying: Desa yang Malamnya Tak Pernah Benar-Benar Tidur

Empat hari berlalu sejak bencana menggulung desa itu, namun malam di Cibeunying terasa panjang dan sunyi. Di posko pengungsian, beberapa warga masih menggenggam foto keluarga. Di sudut lain, petugas mencatat data sambil menahan kantuk yang tak kunjung terbayar.

Setiap orang menunggu sesuatu: kabar, kepastian, atau sekadar keajaiban kecil untuk menutup luka besar.

Dan besok pagi, pencarian akan dimulai lagi. Di tanah yang sama, di bawah langit yang sama—para petugas akan kembali menggali, mengangkat, dan berharap.

Karena di balik tanah yang runtuh itu masih tersimpan sepuluh nama yang belum pulang.

Penulis : Biantoro

Berita terkait