Tidak Miliki Perda Kawasan Tanpa Rokok, Pemprov DKI Jakarta Hanya Andalkan Pergub
Spektroom - Seruan percepatan pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), mencuat seiring hasil survei terbaru dari Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) yang menunjukkan tingginya dukungan publik terhadap kebijakan perlindungan udara bersih dan pencegahan paparan asap rokok, terutama bagi anak dan remaja.
Sebagai bentuk dorongan , IYCTC menyelenggarakan kegiatan “Diseminasi Survei Persepsi Publik dan Kualitas Udara Warga Jakarta terkait KTR di Jakarta”
Kegiatan ini menghadirkan beragam pemangku kebijakan, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, DPRD, akademisi, pelaku UMKM, dan komunitas orang muda.
Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam menguatkan bukti ilmiah dan aspirasi publik agar Perda KTR segera disahkan sebagai wujud perlindungan hak warga atas udara bersih dan lingkungan sehat.
“Saat ini Jakarta masih bergantung pada Peraturan Gubernur dan belum memiliki Perda KTR yang menjadi mandat dari PP No. 28 Tahun 2024,” ujar Manik dalam siaran persnya, Minggu (19/10/2025).
Anggota Tim riset IYCTC Ni Made Shellasih mengatakan, sebanyak 94,4 persen responden merasa terganggu dengan asap rokok di ruang publik, dan 95,3 persen mendukung penerapan KTR di sekolah, fasilitas kesehatan, tempat ibadah, taman, kantor, transportasi umum, dan tempat umum lainnya.
“Sebanyak 88,6 persen responden mendukung pelarangan iklan rokok di dekat anak-anak, dan 85,8 persen setuju pembatasan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah. Artinya, warga Jakarta sebenarnya sudah siap hidup di lingkungan yang lebih sehat dan bebas asap,” jelas Shella.
Terpisah, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD DKI Jakarta, Farah Savira, menegaskan bahwa pengesahan Raperda KTR menjadi langkah penting untuk melindungi warga, khususnya anak dan remaja, dari paparan dan adiksi produk tembakau, baik konvensional maupun elektronik.
Dirinya juga menyampaikan bahwa masukan dari pelaku UMKM dan asosiasi PKL yang khawatir terhadap dampak ekonomi telah menjadi bagian dari pembahasan kebijakan ini.
“Masukan tersebut kami hargai, namun kami pastikan Perda KTR bukan kebijakan yang membatasi usaha, melainkan mengatur ruang agar semua bisa beraktivitas dengan sehat dan aman,” jelas Farah.
Menurut Farah, justru dengan penerapan KTR, produktivitas kerja dan aktivitas ekonomi bisa meningkat karena masyarakat memiliki lingkungan yang lebih bersih dan nyaman. Dari sisi kesehatan, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr. Ovi Norfiana, MKM, menyoroti tingginya beban penyakit akibat faktor risiko perilaku tidak sehat, termasuk merokok.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan 2024, beban biaya penyakit katastropik di DKI Jakarta mencapai Rp4,87 triliun, sementara 58 persen penyebab penyakit tidak menular terkait dengan perilaku berisiko seperti kurang aktivitas fisik dan merokok.
"Penerapan KTR menjadi langkah penting untuk menekan risiko kesehatan tersebut, terutama bagi anak dan perempuan hamil yang paling rentan terhadap paparan asap rokok" pungkasnya.(@Ng).