Tiwah Massal di Pulang Pisau: Riuh Sakral yang Satukan Warga Dayak
Ritual tiwah adalah kekayaan budaya tak ternilai, tradisi dan jati diri masyarakat Dayak.
Spektroom – Dentuman suara gong berpadu tabuhan gendang, asap kemenyan mengepul, dan lantunan doa Kaharingan menggema di Desa Pangi, Banama Tingang, Minggu (14/9/2025). Ratusan warga tumpah ruah mengikuti ritual tiwah massal, warisan leluhur Dayak yang kembali bergema setelah sekian lama terhenti.
Tiwah bukan sekadar upacara adat. Bagi masyarakat Dayak, ia adalah jalan suci untuk mengantarkan arwah leluhur menuju Lewu Tatau, alam keabadian. Suasana sakral begitu terasa ketika para tetua adat memimpin prosesi, sementara keluarga dan warga dengan khidmat mengiringi jalannya upacara.
Bupati Pulang Pisau H. Ahmad Rifa’i yang hadir langsung menegaskan, tiwah adalah identitas budaya yang wajib dijaga. “Ritual tiwah adalah kekayaan budaya tak ternilai, tradisi dan jati diri masyarakat Dayak. Syukurlah tahun ini bisa terlaksana besar-besaran,” ucapnya penuh haru.
Pemerintah daerah turut membantu biaya penyelenggaraan tiwah massal. Meski sederhana, bantuan itu menjadi bukti komitmen agar tradisi tidak pudar. Ketua Majelis Daerah Kelompok Hindu Kaharingan Pulang Pisau, Berson, pun mengapresiasi perhatian pemerintah dan berharap tiwah bisa menjadi agenda tahunan.
Warga begitu antusias menyaksikan secara langsung. Simpe merasa bangga bahkan membawa serta istri dan anaknya . “Kami merasa bangga, karena anak-anak bisa menyaksikan langsung tiwah. Mereka jadi tahu tradisi leluhur, bukan hanya mendengar cerita,” ungkap Simpe. Sementara Yulianie yang ikut nonton bersama temannya, senang dan merasakan keunikannya, ia lantas mengabadikan momen itu dengan HP.
Ritual sakral yang membaur dengan suasana meriah ini tak hanya meneguhkan iman Kaharingan, tetapi juga membuka ruang promosi pariwisata budaya Pulang Pisau. Tiwah menjadi bukti bahwa di balik modernitas, kearifan lokal Dayak tetap hidup, diwariskan lintas generasi, dan menggema di tanah leluhur.
(Polin. Wardoyo)