TKD Terlambat, Eksekusi Program di Daerah Jadi Molor
Spektroom - Curhatan para bupati/wali kota mengenai keterlambatan Transfer Keuangan Daerah (TKD) yang dihibahkan kepada kabupaten/kota, mengakibatkan eksekusi program oleh bupati/wali kota juga menjadi terlambat.
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, pedoman penyusunan APBD, dari Kementerian Keuangan - Direktorat Jenderal Perimbangan (Keuangan), dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, serta Bappenas, dapat ditetapkan lebih cepat, secepat mungkin, untuk tahun 2026.
"Penetapan ini diharapkan mendahului dokumen lain seperti Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)" ujar Tito Karnavian saat konferensi pers di Sasana Bhakti Praja Kemendagri Jakarta Pusat, usai Rakor Pengendalian Inflasi di Daerah Tahun 2025, Senin (20/10/2025).
Untuk itulah, lanjut Tito Karnavian, kepada Kepala daerah diminta untuk melakukan simulasi/kajian terhadap target pendapatan tahun 2026 berdasarkan TKD yang ada, dan juga kajian belanjanya.
"Hal ini penting agar tidak langsung berasumsi anggaran kurang, dan data hasil kajian ini diminta untuk dibawa pada Rapat Koordinasi (Rakor) Sekretaris Daerah (Sekda) se-Indonesia pada tanggal 26 Oktober, Tujuannya untuk mengidentifikasi daerah mana yang akan mengalami masalah" tandas Tito Karnavian.
Sementara terkait Realisasi pendapatan seluruh provinsi dan kabupaten/kota, menurut Mendagri, per 30 September mencapai 70,27%. Ini dinilai cukup bagus, bahkan lebih bagus dibanding tahun sebelumnya, jumlahnya mencapai Rp 949 triliun.
"Realisasi belanja per 30 September mencapai 56,07%. Jumlahnya mencapai Rp 777 triliun. Jika dibandingkan Pendapatan September 2025 (70%) lebih tinggi dari September 2024, di mana pendapatan Oktober 2024 mencapai 73% dan melompat menjadi 97% di akhir Desember" rincinya.
Pada bagian lain keterangannya, Mendagri Tito Karnavian juga menerangkan, realisasi belanja hingga September 2025 mencapai 56% sedikit lebih rendah dibandingkan belanja Oktober 2024 (58%), namun belanja akhir Desember 2024 mencapai 91%.
Sementara ditempat yang sama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan,vSisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) keuangan daerah yang disimpan di Perbankan terdapat perbedaan data yaitu sekitar Rp. 233 triliun (menurut Bank Indonesia/BI) dan Rp. 215 triliun (menurut Kementerian Dalam Negeri/Kemendagri), sehingga ada selisih Rp. 18 triliun yang perlu dicek keberadaannya.
"Meskipun uang daerah biasa habis di akhir tahun, selalu tersisa sekitar Rp. 100 triliun. Sebagian SiLPA ini digunakan untuk pembayaran gaji atau kontrak di minggu pertama dan kedua setiap tahun" katanya.
Uang daerah yang berlebih ternyata banyak disimpan di bank-bank pusat, yang mengakibatkan daerah "kering" dan bisnis lokal sulit mendapat pinjaman. Hal ini bertentangan dengan upaya pemerintah untuk pemerataan pembangunan ekonomi dan sektor finansial.
Ditambahkan Menkeu Purbaya, Pemerintah saat ini sedang mengembangkan sistem agar daerah tidak lagi memerlukan SiLPA, di mana dana transfer dari pusat dapat langsung ditransfer pada minggu pertama dan kedua setiap tahun.
"Pemerintah berupaya menyiapkan sistem yang cepat sehingga di minggu pertama setiap tahun sudah ada uang yang ditransfer dari pusat ke daerah, agar daerah tidak menumpuk uang terlalu banyak" ujarnya lagi.
Disamping itu Pemerintah akan menerbitkan surat utang jangka pendek untuk likuiditas jangka pendek dan tidak bergantung pada surat utang jangka panjang.
"Sistem transfer penuh akan disiapkan tahun depan dan seharusnya sudah siap" pungkas Purbaya.(@Ng).