TPP ASN Daerah Belum Terstandar dan Tidak Proporsional
Spektroom - Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) adalah sebagai bentuk penghargaan kepada ASN selaku pelaksana kebijakan publik dan pelayanan publik atas tugas-tugas yang diembannya.
Pemberian TPP harus melalui permohonan persetujuan TPP dari pemerintah daerah yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Ditjen Bina Keuangan Daerah serta tembusan ke Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) Kemendagri.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) Kemendagri Evan Nur Setya Hadi, pada virtual Rapat Koordinasi Tambahan Penghasilan Pegawai Tahun Anggaran 2026, Kamis (20/11/2025).
Evan Nur Setya Hadi menegaskan, terdapat sembilan pemerintah daerah yang tidak memberikan TPP ASN untuk tahun 2025.
Guna menciptakan pelayanan verifikasi dan pemberian TPP ASN yang lebih terang benderang, efektif dan efisien, lanjut dia, Biro Ortala, telah melakukan sinergi pelayanan untuk mengoptimalkan pelayanan melalui integrasi dalam aplikasi Simona.
Melalui aplikasi Simona ini, pemerintah daerah memiliki dua pilihan mekanisme, yaitu tadi proses pelaporan ataukah persetujuan.
Tahapan yang tetapkan adalah mulai dari pembahasan di internal pemerintah daerah, kemudian pengajuan permohonan persetujuan bagi yang terdapat kenaikan nominal pada masing-masing kelas jabatan, Setelah itu barulah dilakukan verifikasi melalui Biro Organisasi.
"Kita memiliki SOP, maksimal tujuh hari kerja, kemudian kita ajukan kepada Ditjen Kenangan Daerah, kemudian Bijan Keuangan Daerah, dan proses selanjutnya adalah menyampaikan permintaan pertimbangan kepada Kementerian Keuangan secara heliskopirifikasi dan diberikan rekomendasi persetujuan pembayaran oleh Kementerian Keuangan" ujar Evan Nur merinci.
Evan Nur juga mengatakan dalam aplikasi SIMONA terdapat beberapa dokumen yang harus diverifikasi dan diunggah, secara umum dalam hal persetujuan pemerintah daerah perlu mengunggah sebanyak 13 dokumen evident, 9 diantaranya yang akan diverifikasi oleh Biro Organisasi, 4 dokumen diverifikasi oleh Kementerian Keuangan.
"Sedangkan untuk teman-teman pemerintah daerah yang tidak melakukan persetujuan, atau tidak terdapat kenaikan nominal per kelas jabatan, maka hanya perlu untuk melakukan proses pelaporan dengan format yang telah disediakan"pungkasnya.
Sementara diforum yang sama Ahli Madya Bidang Tugas PKPD Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Nasrullah menyatakan, sebagian besar daerah telah menetapkan TPP ASN Daerah melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan besaran yang bervariasi dan belum berdasarkan kinerja (Reformasi Birokrasi) serta belum terstandar dan tidak proporsional.
Usulan kebijakan untuk pencapaian belanja pegawai dalam APBD oleh perangkat daerah perlu dievaluasi.
"Sudah saatnya dilakukan evaluasi pada perangkat daerah yang tumpang tindih sehingga jumlah ASN di daerah dapat ditekan dan dapat diefisienkan" ujar Nasrullah.
Sedangkan Formasi P3K di daerah diharapkan lebih ramping, karena formasi P3K pada tahun 2024 sebesar 1,2 juta, di mana sebanyak 727.308 orang (60,6%) berada di daerah.
"Porsi sekitar 60,6 % ini cukup membebani Belanja Pegawai dalam APBD 2025 sehingga wajar jika pemenuhan belanja pegawai sebesar 30% dalam APBD tahun berjalan masih tinggi" katanya. Sementara formasi P3K dalam beberapa tahun terakhir masih dijadikan “dagangan politik” calon kepala daerah dalam Pilkada. Sudah saatnya pengangkatan P3K murni berdasarkan kebutuhan dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Pada bagian lain penjelasannya Nasrullah juga mengatakan, monitoring pegawai P3K di daerah perlu dilakukan.
"P3K yang dinyatakan lulus dan sudah bekerja di daerah cenderung berpindah dan tenaga pendidik (tendik) maupun tenaga kesehatan (nakes) ke unit struktural sehingga daerah cenderung selalu kekurangan pegawai" tandasnya lagi (@Ng).