Usulan Soal Gerbong Khusus Merokok Kembali Tuai Penolakan

Spektroom - Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menggelar debat terbuka secara daring melalui Zoom Meet, yang dihadiri peserta dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, aktivis, masyarakat yang merokok, ibu-ibu pkk, juga warga yang terpapar asap rokok, untuk menguji gagasan ini secara publik.
Sebelumnya, IYCTC telah menantang Nasim Khan untuk hadir dan mempertanggung jawabkan usulannya dalam forum ini.
Ketua IYCTC, Manik Marganamahendra, menegaskan bahwa publik berhak mendapatkan jawaban dari setiap ide kebijakan yang dilemparkan ke ruang publik, apalagi dari seorang anggota DPR.
“Usul ngawur sudah dilontarkan, tapi ketika ditantang untuk diuji, yang muncul hanya kursi kosong. Ini bukan hanya soal gerbong rokok, ini soal keberanian wakil rakyat untuk berdiri bersama rakyatnya,” tegas Manik Selasa (26/8/2025).
Menurutnya ide ini bukan hanya dilemparkan sekali dua kali, tapi ide ini berulang kali dibahas, bahkan di tahun 2016 pun soal gerbong khusus rokok ini pernah bergulir.

"Artinya ada sebuah wacana yang memang digulirkan oleh anggota dewan kita ataupun kepentingan dari industri rokok, yang kemudian masuk ke dalam kebijakan sehingga hari ini kami ingin membedah bagaimana argumen tersebut seharusnya dibahas dan diuji kepada publik, apakah layak atau tidak." tandasnya.
IYCTC, menilai ternyata saat ini sudah lebih banyak orang yang juga punya kesadaran kolektif terkait dengan masalah kesehatan publik, termasuk diantaranya adalah mengurangi konsumsi rokok.
Dalam forum, publik juga menguliti kelemahan logika dari argumen Nasim Khan. Salah satunya adalah perbandingan keliru (false equivalence) antara kebiasaan pribadi tidak merokok di rumah dengan usulan penyediaan ruang khusus merokok di kereta.
Padahal, konteksnya sangat berbeda: rumah adalah ruang privat, sementara kereta adalah ruang publik yang menyangkut hak orang banyak serta diatur ketat dalam regulasi kesehatan.
Di sisi lain, Nasim juga terjebak dalam kontradiksi (self-contradiction), ketika di satu sisi mengaku “tahu diri” dengan tidak merokok di rumah atau mobil pribadi, namun di sisi lain mendorong keberadaan ruang merokok di transportasi umum yang justru merugikan orang lain.
Secara hukum, usulan ini bertabrakan dengan aturan yang sudah jelas berlaku.
Transportasi umum sejak lama dikategorikan sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam UU Kesehatan dan diperkuat melalui PP No. 28/2024. PT Kereta Api Indonesia (KAI) sendiri sudah menetapkan larangan merokok di seluruh rangkaian sejak 2012, dan KAI pernah menjadi pelopor transportasi sehat di Asia.
Manik menutup forum dengan pesan reflektif bahwa kursi kosong malam ini bukan sekadar kekecewaan sesaat, melainkan pengingat agar publik lebih jeli menilai kualitas wakil rakyat.
“Hari ini kita melihat bagaimana sebuah usulan sembrono bisa dilemparkan ke publik, tapi ketika diminta pertanggungjawaban, justru tidak ada keberanian untuk hadir. Jangan sampai kita mengulang kesalahan dengan memberikan mandat pada mereka yang lebih sibuk menjaga kursi daripada menjaga rakyatnya,” ujarnya.
Dirinya menekankan bahwa momentum ini harus jadi bahan evaluasi bersama. Rakyat berhak menuntut wakilnya untuk berbicara dengan data, menghadirkan kebijakan berbasis bukti, dan siap diuji akuntabilitasnya.
“Di pemilu berikutnya, kita punya kesempatan untuk benar-benar memastikan bahwa kursi DPR diisi oleh mereka yang berpihak pada rakyat, bukan oleh mereka yang bersembunyi di balik kursi kosong,” pungkas Manik.(@Ng).