Bupati Kapuas Hulu Turun Tangan, Warga Bika vs PT BIA Makin Panas

Bupati Kapuas Hulu Turun Tangan, Warga Bika vs PT BIA Makin Panas
Lokasi PT.BIA yg berpolemik dengan masyarakat dan semakin memanas membuat Bupati Kapuas Hulu turun Tangan. Foto: Dok Diskominfotik Kapuas Hulu.

Spektroom – Bupati Kapuas Hulu, Fransiskus Dian, akhirnya angkat bicara soal memanasnya persoalan antara PT Borneo Internasional Anugrah (BIA) dengan warga Desa Bika. Rabu (10/12/2025)

Sengketa lahan ini kembali mencuat setelah masyarakat Bika menuntut ganti rugi atas lahan seluas 606 hektare yang mereka klaim digarap perusahaan tanpa sepengetahuan warga.

Warga menilai lahan tersebut seharusnya menjadi hak mereka. Karena itu, mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp8 juta per hektare, dengan total nilai mencapai Rp4,8 miliar.

Tuntutan tersebut sudah disampaikan dalam tiga kali proses mediasi, namun hingga kini belum menemukan titik terang.

Bupati Fransiskus Dian menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen untuk menjadi penengah yang adil dalam konflik tersebut.

Namun, ia mengingatkan bahwa persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum.

“Persoalan ini harus dimediasi lagi sehingga ada jalan keluarnya. Tidak boleh ada tindakan fisik, tidak boleh anarkis, apalagi menahan alat berat. Itu bisa membuat masyarakat kesulitan di kemudian hari,” ujarnya.

Bupati juga meminta PT BIA untuk mempertimbangkan tuntutan warga, tetapi ia menekankan bahwa tuntutan harus tetap berada dalam batas kewajaran.

Menurut penjelasannya, lahan yang selama ini digarap perusahaan sudah memiliki HGU yang terbit sejak 2012, sehingga status legalitasnya harus menjadi bagian dari pertimbangan dalam proses penyelesaian.

Di sisi lain, masyarakat Bika mengaku kecewa karena tawaran ganti rugi dari perusahaan jauh dari harapan.

PT BIA disebut hanya bersedia memberikan Rp500 ribu per hektare, nilai yang dinilai tidak sebanding dengan kerugian yang mereka rasakan.

“Kami sudah tiga kali mediasi. Kami datang dengan etikad baik, tapi dari perusahaan kami merasa tidak dihargai,” kata Antonius, perwakilan warga Bika.

Antonius juga mempertanyakan keberadaan kayu-kayu yang menurut warga diambil perusahaan tanpa pemberitahuan.

Ia menyampaikan bahwa warga terpaksa melakukan pemblokiran akses jalan perusahaan dan menahan alat berat yang masih beroperasi di wilayah mereka.

Menurutnya, alat berat itu tidak akan dilepas sebelum perusahaan memenuhi tuntutan warga.

“Kami menuntut agar PT BIA menyelesaikan kewajiban mereka terlebih dahulu,” ucapnya.

Hingga saat ini, mediasi lanjutan masih menunggu jadwal yang pasti.

Pemerintah daerah berharap kedua belah pihak dapat kembali duduk bersama, sehingga persoalan yang sudah berlarut-larut ini bisa diselesaikan tanpa menimbulkan ketegangan baru.//

Penulis. : Apolonius

Editor. : Biantoro

Berita terkait