Tax Amnesty Lagi ? Insentif untuk "Orang Kibul-Kibul"

Opini Prof. Dr. H. Mahfud Nurnajamuddin, SE., MM. Guru Besar pada FEB UMI Makassar - Disampaikan M. Yahya Patta

Tax Amnesty Lagi ? Insentif untuk "Orang Kibul-Kibul"
Prof. Dr. H. Mahfud Nurnajamuddin, SE., MM

Spektroom - Rencana pemerintah membuka kembali tax amnesty jilid III memantik kontroversi. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penolakannya. Baginya, pengampunan pajak yang berulang hanya memberi insentif bagi orang-orang yang tidak jujur melaporkan kewajiban, atau dalam istilahnya yang lugas, “orang kibul-kibul”.

Pernyataan ini patut diapresiasi, karena setiap kali tax amnesty digelar, selalu ada risiko moral hazard. Wajib pajak akan berpikir, untuk apa taat pajak jika pada akhirnya pemerintah akan kembali mengampuni? Bila logika ini mengakar, maka yang patuh merasa dikhianati, sementara yang nakal justru mendapat hadiah. Kepatuhan pajak pun tidak lagi lahir dari kesadaran, melainkan sekadar strategi menunggu momentum pengampunan berikutnya.

Indonesia punya pengalaman panjang dengan amnesti pajak. Program besar tahun 2016 menghasilkan deklarasi harta lebih dari Rp 4.800 triliun dengan uang tebusan Rp114 triliun, dan sempat digadang sebagai salah satu yang tersukses di dunia. Namun setelah itu, tax ratio kembali stagnan di kisaran 9-11 persen, jauh tertinggal dari rata-rata negara OECD yang mencapai 34 persen. Pada 2021, pemerintah meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang disebut tax amnesty jilid II. Hasilnya memang menambah penerimaan, tetapi juga menimbulkan kejenuhan publik.

Pertanyaan kritis pun muncul, apakah akan ada jilid III, IV, dan seterusnya? Di sinilah bahaya jangka panjangnya. Dari sisi fiskal, tax amnesty memang menarik karena memberi dana segar dalam waktu singkat. Namun, manfaat itu hanya bersifat kosmetik. Setelah kas negara terisi, masalah lama kembali, yaitu kepatuhan melemah, basis pajak menyempit, dan pelanggaran terus berulang. Efek domino ini lebih berbahaya dibanding defisit sesaat, karena merusak rasa keadilan sekaligus kredibilitas negara.

Pengalaman internasional menunjukkan pola yang sama. Italia dan India pernah mencoba amnesti pajak, namun hasilnya serupa: penerimaan sesaat naik, lalu kepatuhan runtuh. Amerika Serikat sangat jarang membuka pengampunan, dan ketika ada, syaratnya ketat serta menekankan sanksi. Pelajaran ini seharusnya menjadi cermin bahwa amnesti yang berulang bukan solusi, melainkan sumber masalah baru. Karena itu, solusi yang lebih tepat adalah memperkuat sistem perpajakan. Purbaya menekankan pentingnya penegakan hukum yang konsisten, digitalisasi administrasi yang terintegrasi, audit berbasis data, dan penghargaan bagi wajib  pajak yang patuh. Dengan cara ini, kepatuhan dibangun di atas fondasi berkelanjutan, bukan sekadar jalan pintas. Kepatuhan tidak bisa tumbuh dari “obat mujarab instan”, tetapi dari sistem yang adil dan konsisten.

Menolak tax amnesty jelas bukan sikap populer. Pemerintah selalu menghadapi tekanan politik dan kebutuhan jangka pendek menambal defisit. Namun, keberanian untuk berkata “tidak” justru mencerminkan komitmen pada keadilan fiskal. Wajib pajak yang taat tidak lagi merasa dipermainkan, sementara yang melanggar benar-benar mendapat konsekuensi hukum.

Pajak adalah urat nadi pembangunan. Jika kepatuhan hanya dijaga dengan pengampunan, berarti negara sedang menanam bom waktu. Sebaliknya, bila aturan ditegakkan adil dan konsisten, kepercayaan publik akan tumbuh. Pesan Purbaya sederhana tapi penting: cukup sudah tax amnesty dijadikan obat mujarab. Jangan lagi negara memberi insentif bagi orang “kibul-kibul”.

Berita terkait

Soft Launching QRIS Tap Tandai Kesiapan Perbankan Kalimantan Selatan dalam Inovasi Pembayaran Digital

Soft Launching QRIS Tap Tandai Kesiapan Perbankan Kalimantan Selatan dalam Inovasi Pembayaran Digital

Junaidi, Agung Yunianto Spektroom – Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan melakukan soft launching layanan pembayaran terbaru, QRIS Tap, yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Fadjar Majardi, bersama Pimpinan Perbankan di Kalimantan Selatan. Peluncuran ini dilaksanakan bertepatan dengan kegiatan Bankers Day 2025, yang merupakan ajang kebersamaan antara Bank

Junaidi